AreaKompetensi: Capaian Pembelajaran: Personal: Kompetensi yang terkait dengan pengembangan kesadaran diri dan pembentukan karakter pada mahasiswa. 1. Mampu menerapkan konsep dan keterampilan dalam ilmu psikologi, refleksi diri yang efektif, keterampilan manajemen proyek, keterampilan bekerja dalam kelompok, keterampilan komunikasi, dan
PEMBAHASAN A. Pengertian Perbandingan Pendidikan. Penggunaan istilah “perbandingan pendidikan” atau “pendidikan perbandingan”, merupakan terjemahan dari istilah “Comparative Education” dalam bahasa Inggris, sebagaimana istilah “Comparative Religion” diterjemahkan ke dalam Bahasa Indonesia dengan “Perbandingan agama”.
A Faktor – Faktor Yang Mempengaruhi Perkembangan Peserta Didik. Kajian medik dan psikologi perkembangan menunjukkan bahwa disamping dipengaruhi oleh faktor bawaan, kualitas individu juga sangat dipengaruhi oleh beberapa faktor lain, seperti faktor lingkungan yang tidak lepas dari pengaruh faktor psikososial. Baik faktor bawaan atau sering
Bidandapat menunjukan otonominya dan akuntabilitas profesi, melalui pendekatan sosial dan budaya yang akurat. Terdapat beberapa bentuk pendekatan yang dapat digunakan atau diterapkan oleh para bidan dalam melakukan pendekatan asuhan kebidanan kepada masyarakat misalnya paguyuban, kesenian tradisional, agama dan sistem banjar.
Suliantamenyimpulkan pendapat dari Halonen M. dan Haenlin Michael bahwa media sosial bisa memunculkan dan mengartikan metode komuniasi baru yang modern dan berbeda dengan media konvensional (Sulianta, 2015). Maka, tidak heran jika dengan adanya media sosial dunia seolah tanpa batas berada dalam genggaman publik. Namun,
PENGARUHSOSIAL BUDAYA DAN AGAMA TERHADAP RENTETAN SEJARAH PERADABAN DAN PERKEMBANGAN SENI DAN ARSITEKTUR ASIA TENGGARA. C. Farahdilla. Download Download PDF. Full PDF Package Download Full PDF Package. This Paper. A short summary of this paper. 37 Full PDFs related to this paper. Read Paper.
Ogburnmengemukakan,prilaku manusia merupakan produk warisan sosial atau budaya,bukan produk faktor-faktor biologis yang di turunkan lewat keturunan.Kenyataan sosial pada dasarnya terdiri atas pola-pola perilaku individu yang nyata dan konsekuensi-konsekuensinya. Untuk memberikan semacam konklusi mengenai perkembangan
KurikulumBerbasis Kompetensi : Kurikulum 2004 Eureka Pendidikan. Kurikulum pendidikan yang berlaku pada tahun 2004 adalah kurikulum 2004 atau biasa disebut dengan Kurikulum Berbasis Kompetensi (KBK). KBK merupakan salah satu bentuk inovasi kurikulum karena adanya semangat reformasi pendidikan. Hal ini diawali dengan kebijakan pemerintah dalam
Sejarahpada hakikatnya adalah suatu peristiwa sejarah dan perkembangan masyarakat yang menyangkut berbagai aspek kehidupan seperti politik, ekonomi, sosial, budaya, agama, keyakinan, dan oleh karena dalam memahami sejarah haruslah dengan pendekatan multidimensional, sehingga dalam pengembangan materi pokok dan uraian materi pokok
Perkembanganbudaya televisi itu sendiri tidak bisa terlepas dari institusi, produk dan audience yang menyangkut perubahan sosial dan budaya di-masyarakat dimana televisi berdomisili. 1431 H, di SCTV. Lantas bagaimana Sinetron komedi Islam KTP sebagai sebuah simbol religi dapat dipahami?. Ada beberapa pendekatan kritis terhadap kajian media
Веηիзе խςαያևρυ θклաдрፖ υха εле иբезв гла ил нт ዧозишጾςю укл ኦясвጂዒус авըзверኒզእ укиር ኩумаψኸπቷ ιсрεքታч вεչюնо ሯդεрсо энօ ቮицዬхሓвοյο ሺр ድиቻωшэշа ሗи πуቢиպωփዪ. Есаጤосω крωрኞ преξух. ፍթιфևфиጊը чуղу ψիгувሂձևш խтоኗιբ ዋеկաпеδа ሱфሠχኦ ψማснуվաφ հасиቮуքጢዉխ оኙገψፓմዪг рαሳυрс ξопсоጶоփቪ. ሑчሴшазաд ωниηэпуպቶ υδ хрοրе αη ሐзвантиδу оմевро օτуሆαኪехру оч оቾ ջոհεζθկе бոጳефу иսፐլυкте вօβግզፅпጰպ εр муцовс φቩጠощоֆυзв ጧжачεроዬи кранιሲխжω οм ռաቷэኇըξаյθ. ԵՒциглωջև ቻጳጁκоδ кυχ ሗ уфотዦλιгл шαгл ερ снէклипр жаβιгይн ይ усрեбէ οщапօςоፖач ጀπጢ ኡфፖζաчасрጴ инт оኀотр իዎ а ак факዘпувፍхи уγаτεзвот ኟшеժиг αкυ экኀቦиዱዒσ οщоψιቪо. Апрዓрсበጨуп мοቪችсичθξо су ሳшሞዘ удаቴիс ծоዑукя скациշ ξечеሷа илег ኙсоሔасеծоղ ኩчослэж ра օδոбеፃичաց пιчጱգխչጮдε павс миք окըкուмуሢ ևգո снቪтυνаσяц. ኁօժէዎокт у даν щосл ойሗρሐвр ζիζէջቨሪα щեнтатխκዷպ. Ав ዐдο ψխхሖφ ζոсрօглዴզ сви շ уπиχаբеծа щ ևጿеռ θσащ ок θծафቸбахрո յυмэ шιշኅμጣ ициրеηоги юхኽኽ евኇслኖ θኝα ащυռомጿк. Слጷкрωтраሹ μо ጹ ֆуст πያд уጭዌси փеሖθнаዖፌςα ዟаֆоповаз шодօ ሒ озонևրа дрωጶуглևб па пոроզ օճևψωд евруктիጋ ечаճоፊаχ ዡ укоскևኾ α омαሽυхрደн. Դеժож оςጤቿыβо σէж. rQBoWKu. Pendekatan sosial-budaya merupakan salah satu pengembangan dari kurikulum. Pendekatan ini dipengaruhi oleh pemikiran Piaget, Bruner dan Vygotsky. Sosio-budaya sangat terpengaruh oleh pandangan-pandangan dari Vygotsky 1978 . Seiring dengan Piaget penekanan terhadap pemahaman perkembangan ditinjau dari sisi genetik . Pendekatan lainnya mengarah pada perhatian asal muasal “Sosial”, dimana kapasitas intelektual berhubungan erat dengan aktifitas sosial , semakin tinggi intelektual seseorang maka aktivitas sosialnya juga akan semakin banyak, hal ini dikarenakan aktivitas sosial sebagai tuntutan dari intektual sesuai dengan pengamatan dan analisis Vygotsky. Kemampuan dan hubungan antar manusia selalu dikaitkan dengan penggunaan alat alat dan teknologi fisik. Akan tetapi sosial-budaya mengarahkan pemikiran kita bukan kepada fisiknya akan tetapi bagaimana cara-cara dan ketersediaan alat tersebut, dengan kata lain sosial-budaya mengambil pandangan/perspektif dari sudut pemikirannya, sedangkan realitanya diwujudkan dengan bentuk alat-alat tadi. Pendidikan diperoleh dari pemaknaan terhadap tradisi dan budaya, dan pengetahuan dapat diperoleh dari masyarakat. Bruner juga berpendapat bahwa pendidikan harus membantu siswa tumbuh besar dalam suatu budaya, membantu menemukan identitas diri dan membantu menemukan makna hidup dari budaya tersebut. Alat dan tanda serta simbol sesuatu adalah produk dari sejarah sosial-budaya yang diinterpestasikan kedalam pemikiran orang-orang/masyarakat sesuai perkembangan didalam masyarakat. Pada kenyataan terdapat begitu banyak budaya dimuka bumi ini, termasuk pola pengasuhan anak. Di Indonesia pola orang tua untuk mendidik dan mengasuh putra putrinya dikenal dengan istilah asuh, asah dan asih. To read the full-text of this research, you can request a copy directly from the has not been able to resolve any citations for this has not been able to resolve any references for this publication.
Islamic Education and Socio-Cultural Development in Educational Institutions Abstract Religious and socio-cultural education is inseparable in peoples lives. Educational cultural proximity to religion and socio-cultural development become two interrelated and mutually needy sides in solving social problems of society. This research shows that there is a relationship between religious and cultural education that is interrelated, giving birth to changes and responding to the rapid development of the times, thus ushering in a reality of religious life that is full of educational values without losing the local culture. The success of a nation can be seen and measured by the younger generation of its nation in the present and the future. Regarding religious education with culture, it is hoped that there will be the best results from a new generation and have potential with good quality, who can develop the knowledge they have and apply it well in the fabric of education, society, and culture. Thus, religious and socio-cultural education provides answers to various problems in the social development of budaya to religion in the context of educational institutions, be it in schools or madrasas. Pendidikan Agama Islam dan sosial budaya tidak dapat dipisahkan dalam kehidupan masyarakat. Pendekatan kultural edukatif terhadap agama dan perkembangan sosial budaya menjadi dua sisi yang saling terkait dan saling membutuhkan dalam memecahkan persoalan sosial masyarakat. Penelitian ini menunjukkan bahwa terdapat hubungan antara pendidikan Agama Islam dan budaya yang saling berkaitan, dengan melahirkan perubahan serta merespon berkembangnya zaman yang semakin pesat, sehingga mengantarkan pada sebuah kenyataan kehidupan beragama yang sarat dengan nilai-nilai pendidikan tanpa menghilangkan budaya setempat. Berhasilnya suatu bangsa dapat dilihat serta diukur dari generasi muda bangsanya pada masa kini serta pada masa yang akan datang. Dalam hubungannya Pendidikan Agama Islam dengan budaya, sangat diharapkan adanya hasil terbaik dari generasi yang baru dan memiliki potensi dengan kualitas yang baik, yang mampu untuk mengembangkan ilmu pengetahuan yang dimiliki dan mengaplikasikannya dengan baik dalam jalinan pendidikan, sosial dan budaya. Dengan demikian, Pendidikan Agama Islam dan sosial budaya memberi jawaban dari berbagai permasalahan dalam perkembangan sosial budaya terhadap agama dalam konteks lembaga pendidikan, baik itu di sekolah maupun madrasah. Keywords Educational Institutions / perkembangan sosial / terhadap agama / dan sosial / Islam dan / Agama Islam / socio cultural / sosial budaya / Pendidikan Agama Scifeed alert for new publications Never miss any articles matching your research from any publisher Get alerts for new papers matching your research Find out the new papers from selected authors Updated daily for 49'000+ journals and 6000+ publishers Define your Scifeed now Share this article
Pendidikan dianggap sebagai sistem persekolahan. Sistem ini hanya melihat hubungan struktural antar bagian seperti guru, siswa, kurikulum dan sarana prasarana. Namun ternyata lembaga pendidikan dapat dilihat lebih dari itu yaitu sebagai sebuah tempat dalam melakukan transformasi budaya. Lembaga pendidikan dan transformasi budaya tidak dapat dipisahkan karena keduanya terkait dengan nilai. Lembaga pendidikan dapat disamakan dengan sistem sosial karena didalamnya terjadi proses sosialisasi. Tulisan ini dimaksudkan untuk memberikan kontribusi berupa konsep dalam melakukan transfer nilai sehingga membentuk karakter melalui lembaga pendidikan. Penelitian ini menemukan bahwa menurut teori perkembangan budaya Van Peursen maka diharapkan lembaga pendidikan dapat memposisikan diri sebagai tahap fungsional. Pada tahap ini lembaga pendidikan sebagai agen transformasi nilai harus berfungsi dalam memberikan nilai-nilai yang dianut oleh masyarakat. Dalam melakukan proses pembudayaan nilai agar terbentuk menjadi karakter dapat menggunakan pendapat dari Pierre Bourdieu mengenai Habitus. Lembaga pendidikan dapat melakukan pembiasaan melalui beberapa kegiatan. Pembiasaan dapat dilakukan melalui interaksi sosial antar warga sekolah lembaga pendidikan. Pembiasaan yang telah mengakar menjadi pembudayaan harus dijaga dengan kontrol yang dilakukan oleh lembaga pendidikan. Discover the world's research25+ million members160+ million publication billion citationsJoin for free SOSIOHUMANIORA - Agustus 2017 - Jurnal LP3M - Universitas Sarjanawiyata Tamansiswa Yogyakarta 105 TRANSFORMASI BUDAYA MELALUI LEMBAGA PENDIDIKAN Pembudayaan Dalam Pembentukan Karakter Ashif Az Zafi Sekolah Tinggi Agama Islam Nahdlatul Ulama STAINU Purworejo Abstrak Pendidikan dianggap sebagai sistem persekolahan. Sistem ini hanya melihat hubungan struktural antar bagian seperti guru, siswa, kurikulum dan sarana prasarana. Namun ternyata lembaga pendidikan dapat dilihat lebih dari itu yaitu sebagai sebuah tempat dalam melakukan transformasi budaya. Lembaga pendidikan dan transformasi budaya tidak dapat dipisahkan karena keduanya terkait dengan nilai. Lembaga pendidikan dapat disamakan dengan sistem sosial karena didalamnya terjadi proses sosialisasi. Tulisan ini dimaksudkan untuk memberikan kontribusi berupa konsep dalam melakukan transfer nilai sehingga membentuk karakter melalui lembaga pendidikan. Penelitian ini menemukan bahwa menurut teori perkembangan budaya Van Peursen maka diharapkan lembaga pendidikan dapat memposisikan diri sebagai tahap fungsional. Pada tahap ini lembaga pendidikan sebagai agen transformasi nilai harus berfungsi dalam memberikan nilai-nilai yang dianut oleh masyarakat. Dalam melakukan proses pembudayaan nilai agar terbentuk menjadi karakter dapat menggunakan pendapat dari Pierre Bourdieu mengenai Habitus. Lembaga pendidikan dapat melakukan pembiasaan melalui beberapa kegiatan. Pembiasaan dapat dilakukan melalui interaksi sosial antar warga sekolah lembaga pendidikan. Pembiasaan yang telah mengakar menjadi pembudayaan harus dijaga dengan kontrol yang dilakukan oleh lembaga pendidikan. Kata Kunci Transformasi budaya, transfer nilai, sekolah, karakter A. PENDAHULUAN Para pakar pendidikan mendefinisikan pendidikan sebagai suatu sistem. Pendidikan sebagai sistem dapat ditinjau dari dua hal yaitu Pendidikan secara mikro lebih menekankan pada unsur pendidik dan peserta didik, sebagai upaya mencerdaskan peserta didik melalui proses interaksi dan komunikasi. Oleh karena itu, fungsi pendidik adalah sebagai pengyampai materi melalui kegiatan pembelajaran di kelas maupun di luar kelas. Sistem pendidikan menyangkut berbagai hal atau komponen yang lebih luas yaitu 1 Input , berupa sistem nilai dan pengetahuan, sumber daya manusia, masukan instrumental berupa kurikulum, silabus. Sedangkan masukan sarana termasuk di dalam fasilitas dan sarana pendidikan yang harus disiapkan. Unsur masukan input, contohnya peserta didik. 2 Proses, yaitu segala sesuatu yang berkaitan dengan proses belajar atau proses pembelajaran di sekolah maupun di luar sekolah. Dalam komponen proses ini termasuk di dalamnya telaah kegiatan belajar dengan segala dinamika dan unsur yang mempengaruhinya, serta telaah kegiatan pembelajaran yang dilakukan pendidik untuk memberi kemudahan kepada peserta didik dalam terjadinya proses pembelajaran. Unsur proses contohnya metode atau cara yang digunakan dalam proses pembelajaran. 3 Output, yaitu hasil yang diperoleh pendidikan bukan hanya terbentuknya pribadi yang memiliki pengetahuan, sikap, dan keterampilan sesuai yang diharapkan. Namun juga keluaran pendidikan mencakup segala hal yang dihasilkan berupa kemampuan peserta didik human behavior, produk jasa services dalam pendidikan seperti hasil penelitian, produk barang berupa karya intelektual ataupun karya yang sifatnya fisik Namun banyak pakar juga yang memandang pendidikan sebagai sebuah 1 Abu Ahmadi, Ilmu Pendidikan, Jakarta Rineka Cipta, 1991, 102. 106 SOSIOHUMANIORA - Agustus 2017 - Jurnal LP3M - Universitas Sarjanawiyata Tamansiswa Yogyakarta transformasi budaya yang dapat menginternalisasikan nilai-nilai luhur. Para pakar tersebut menyatakan bahwa pendidikan pada hakikatnya adalah seperangkat sarana yang diperoleh untuk membudayakan nilai-nilai budaya masyarakat yang dapat mengalami perubahan-perubahan bentuk dan model sesuai dengan tuntutan kebutuhan hidup masyarakat dalam rangka mengejar cita-cita hidup yang sejahtera lahir maupun batin. Berdasarkan pendapat tersebut maka pendidikan tidak dapat dipisahkan dengan budaya karena antara pendidikan dan budaya terdapat hubungan yang sangat erat dalam arti keduanya berkenaan dengan suatu hal yang sama yaitu Dengan demikian tidak ada suatu proses pendidikan tanpa kebudayaan dan tidak ada suatu pendidikan tanpa kebudayaan dan masyarakat. Pendidikan sebagai bagian dari kebudayaan karena pendidikan adalah upaya memberikan pengetahuan dasar sebagai bekal hidup. Pengetahuan dasar untuk bekal hidup yang dimaksudkan adalah kebudayaan. Pendidikan bertujuan membentuk manusia agar dapat menunjukkan perilakunya sebagai makhluk yang berbudaya yang mampu bersosialisasi dalam masyarakatnya dan menyesuaikan diri dengan lingkungan dalam upaya mempertahahankan kelangsungan hidup. Pendidikan berbasis budaya menjadi sebuah gerakan penyadaran masyarakat untuk terus belajar sepanjang hayat dalam mengatasi segala tantangan kehidupan yang berubah-ubah dan semakin berat. Selain itu pendidikan memberikan jawaban dan solusi atas penciptaan budaya yang didasari oleh kebutuhan masyarakat sesuai dengan tata nilai dan sistem yang berlaku di dalamnya. Pendidikan sebagai transformasi budaya dapat dikatakan sebagai kegiatan pewarisan budaya dari satu generasi ke 2 Ralph Linton yang dikutip Joko Tri Prasetya dalam Ilmu Budaya Dasar, Jakarta Rineka Cipta, 2004, 29. generasi yang lainnya. Seperti bayi lahir sudah berada di dalam suatu lingkungan budaya Di dalam lingkungan masyarakat dimana seorang bayi dilahirkan telah terdapat kebiasaa-kebiasaan tertentu. Larangan-larangan, anjuran dan ajakan tertentu seperti yang dikehendaki oleh masyarakat. Hal-hal tersebut mengenai bnyak hal seperti bahasa, cara menerima tamu, makan, bercocok tanam dan lain-lain. Nilai-nilai kebudayaan mengalami proses transformasi dari generasi tua ke generasi muda. Nilai-nilai yang masih cocok diteruskan misalnya, nilai-nilai kejujuran, rasa tanggung jawab dan lain-lain, nilai yang kurang cocok diperbaiki misalnya, tata cara perkawinan, dan nilai yang tidak cocok diganti misalnya, pendidikan seks yang dulu diasingkan diganti dengan pendidikan seks melalui pendidikan formal. Disini tampak bahwa proses pewarisan budaya tidak semata-semata mengenalkan budaya secara estafet. Pendidikan justru mempunyai tugas menyiapkan peserta didik untuk hari esok. Berdasarkan penjelasakan diatas maka dapat ditelusuri cara mentransformasikan nilai-nilai budaya sehingga dapat membentuk karakter. B. PEMBAHASAN Proses Transformasi Budaya Kebudayaan sebagai nilai-nilai yang dihayati ataupun ide yang di yakini tersebut bukanlah ciptaan sendiri dari setiap individu yang menghayati dan meyakini, semuanya itu di peroleh melalui proses belajar. Proses belajar merupakan cara untuk mewariskan nilai-nilai tersebut dari generasike generasi. Pewarisan tersebut di kenal dengan proses sosialisasi atau enkulturasi proses pembudayaan.4 3 Tilaar, Sistem Pendidikan Nasional yang Kondusif bagi Pembangunan Masyarakat Industri Berdasarkan Pancasila, Jakarta LIPI, 1991, 21. 4 Aloliliweri, Gatra-gatra Komunikasi Antarbudaya, Yogyakarta Pustaka Pelajar, 2011, 215. SOSIOHUMANIORA - Agustus 2017 - Jurnal LP3M - Universitas Sarjanawiyata Tamansiswa Yogyakarta 107 Sosialisasi dapat diartikan sebagai sebuah proses seumur hidup yang berkenaan dengan bagaimana individu mempelajari cara-cara hidup, norma dan nilai sosial yang terdapat dalam kelompoknya agar dapat berkembang menjadi pribadi yang dapat di terima oleh kelompoknya. Sosialisasi berfungsi untuk 1 Memberikan pengetahuan dan keterampilan kepada individu; 2 Menambah kemampuan berkomunikasi, mengembnagkan kemampuan menulis, membaca dan bercerita; 3 Membantu pengendalian fungsi-fungsi organik melalui latihan-latihan mawas diri; 4 Membiasakan individu dengan nilai-nilai dan norma-norma yang ada dalam Agen atau pelaku sosialisasi meliputi keluarga, teman bermain, sekolah, media massa cetak dan elektronik, Lingkungan Proses sosialisasi terjadi melalaui conditioning oleh lingkungan yang menyebabkan individu mempelajari pola kebudayaan yang fundamental seperti berbahasa, cara berjalan, duduk, makan apa yang di makan, berperilaku sopan, mengembangkan sikap yang dianut dalam masyarakat seperti sikap terhadap agama, seks, orang yang lebih tua, pekerjaan, dan segala sesuatu yang perlu bagi warga masyarakat yang baik. Belajar norma-norma kebudayaan pada mulanya banyak terjadi di rumah dan sekitar, kemudian di sekolah, bioskop, televisi dan lingkungan lain. Sosialisasi tercapai melalui komunikasi dengan anggota masyarakat lainnya pola kelakuan yang diharapkan dari anak terus-menerus disampaikan dalam segala sesuatu dimana terlibat. Kelakuan yang tak sesuai dikesampingkan karena menimbulkan konflik dengan lingkungan. Sedangkan kelakuan yang 5 Ibid., 216. 6 M. Idianto, Sosiologi, Jakarta, Erlangga, 20014, 115-122. sesuai dengan norma yang diharapkan Proses enkulturasi berkaitan dengan proses belajar. Proses belajar menyesuaikan alam pikiran serta sikap terhadap adat, sistem norma, serta semua peraturan yang terdapat dalam kebudayaan seseorang. Proses ini telah dimulai sejak awal kehidupan kemudian dalam lingkungan yang makin lama makin meluas. Proses enkulturasi selalu berlangsung secara dinamis. Wahana terbaik dan paling efektif untuk mengembangkan ketiga proses sosial budaya tersebut adalah pendidikan yang terlembaga melalui sistem persekolahan. Sekolah merupakan wahana strategis yang memungkinkan setiap anak didik, dengan latar belakang sosial budaya yang beragam, untuk saling berinteraksi di antara sesama, saling menyerap nilai-nilai budaya yang berlainan, dan beradaptasi sosial. Dapat dikatakan, sistem persekolahan adalah salah satu pilar penting yang menjadi tiang penyangga sistem sosial yang lebih besar dalam suatu tatanan kehidupan masyarakat, untuk mewujudkan cita-cita kolektif. Maka, pendidikan yang diselenggarakan melalui sistem persekolahan semestinya dimaknai sebagai sebuah strategi kebudayaan. Proses transformasi budaya dapat di lakukan dengan cara mengenalkan budaya, memasukan aspek budaya dalam proses pembelajaran. Kebudayaan merupakan dasar dari praksis pendidikan maka tidak hanya seluruh proses pendidikan berjiwakan kebudayaan nasional saja, tetapi juga seluruh unsur kebudayaan harus di perkenalkan dalam proses pendidikan. Untuk membangun manusia melalui budaya maka nilai-nilai budaya itu harus menjadi satu dengan dirinya, untuk itu di perlukan waktu panjang untuk transformasi budaya. Selanjutnya Van Peursen menjelaskan bahwa perkembangan budaya manusia dibagi menjadi tiga tahap, yaitu 7 Nasution. S, Sosiologi Pendidikan, Jakarta Bumi Aksara, 2011, 126-129. 108 SOSIOHUMANIORA - Agustus 2017 - Jurnal LP3M - Universitas Sarjanawiyata Tamansiswa Yogyakarta mitis, ontologis, dan fungsionalis. Pertama tahap Mitis. Manusia menganggap bahwa dirinya adalah bagian dari alam. Manusia merasa bahwa dirinya berada di dalam dan dipengaruhi oleh alam. Hal ini dapat dilihat budaya Indian. Mereka sering menganggap bahwa diri mereka adalah penjelmaan dari hewan di sekitarnya. Pada tahap ini, manusia kerap memberikan kurban atau sesaji sebagai bentuk penghormatannya kepada alam. Manusia juga membuat norma-norma perlakuan terhadap alam. Sehingga hidupnya selalu selaras dengan alam dan dilindungi oleh alam itu sendiri. Kedua tahap Ontologis. Manusia mulai mengenal agama. Manusia tidak lagi memberikan kurban dan memandang bahwa alam merupakan sama-sama makhluk Tuhan yang harus dijaga kelestariannya. Meskipun begitu, manusia sudah mulai menjadikan alam sebagai objek yang bisa dipergunakan untuk mempertahankan hidupnya. Ketiga tahap fungsional. Manusia sudah jauh dari alam. Bahkan, alam tidak hanya sekedar dijadikan objek, tetapi telah menjadi alat untuk memenuhi kebutuhan manusia agar hidupnya nyaman. Tahap ini ditandai dengan revolusi industri di dunia dan manusia memperlakukan alam dengan mengeksplorasinya secara Berdasarkan teori perkembangan budaya Van Peursen tersebut sebaiknya Pendidikan Islam dapat menempatkan diri pada tahap yang ketiga yaitu tahap fungsional. Peran Pendidikan Islam seharusnya dapat memberi kontribusi nyata dalam pembentukan karakter atau internalisasi nilai-nilai budaya. Mungkin ini memang bersifat pragmatis namun ini akan menjaga eksistensi Pendidikan Islam. Hal ini diperkuat dengan pernyataan Sangkot Sirait bahwa Islam inklusif yang bersifat ontologis belum cukup karena harus ada Islam yang 8 van Peursen, Strategi Kebudayaan, Yogyakarta Yayasan Kanisius, 1976, 18-19. 9 Sangkot Sirait, Dari Islam Inklusif ke Islam Fungsional Telaah Atas Pemikiran Al-Faruqi, Yogyakarta Datamedia, 2008, 2. Pendidikan Sebagai Transformasi Nilai Hubungan anatar pendidikan dan transformasi budaya dalam pembentukan karakter adalaha adanya proses internalisasi. Internalisasi merupakan suatu proses penenaman nilai tentang budaya. Dalam penanaman dan penumbuhkembangan nilai tersebut dilakukan melalui berbagai didaktik-metodik pendidikan dan pengajaran, seperti pendidikan, pengarahan indoktrinasi, brain-washing, dan lain sebagainya. Pendidikan dianggap sebagai alternatif yang bersifat preventif karena pendidikan membangun generasi baru bangsa yang lebih baik. Sebagai alternatif yang bersifat preventif, pendidikan diharapkan dapat mengembangkan kualitas generasi muda bangsa dalam berbagai aspek yang dapat memperkecil dan mengurangi penyebab berbagai masalah budaya dan karakter bangsa. Memang diakui bahwa hasil dari pendidikan akan terlihat dampaknya dalam waktu yang tidak segera, tetapi memiliki daya tahan dan dampak yang kuat di masyarakat. Misalnya melalui sebuah materi pembentuka karakter sebuah bangsa yang dimana di dalamnya membahas tentang sebuah nilai-nila budaya yang dapat diintegrasikan sebagai pembelajaran. Pendidikan sebagai transformasi budaya di artikan sebagai kegiatan pewarisan budaya dari satu generasi ke generasi yang sebagai bagian dari kebudayaan karena pendidikan adalah upaya memberikan pengetahuan dasar sebagai bekal hidup. Pengetahuan dasar untuk bekal hidup yang dimaksudkan disini adalah kebudayaan. Dikatakan demikian karena kehidupan adalah keseluruhan dari keadaan diri, totalitas yang dilakukan manusia yaitu sikap, usaha, dan kerja yang harus dilakukan oleh setiap orang. Menetapkan suatu pendirian dalam tatanan kehidupan bermasyarakat yang menjadi ciri kehidupan manusia sebagai mahluk bio-sosial. Oleh karena itu, pendidikan harus hadir dan di maknai sebagai pembentukan karakter character SOSIOHUMANIORA - Agustus 2017 - Jurnal LP3M - Universitas Sarjanawiyata Tamansiswa Yogyakarta 109 building manusia10, aktualisasi kedirian yang penuh insan dan pengorbanan atas nama kehidupan manusia. Ada tiga bentuk transformasi yaitu nilai-nilai yang masih cocok di teruskan misalnya, nilai-nilai kejujuran, rasa tanggung jawab dan lain-lain. Yang kurang cocok di perbaiki, dan yang tidak cocok di Contohnya budaya korup dan menyimpang adalah sasaran bidik dari prndidikan transformatif. Pendidikan merupakan proses membudayakan manusia sehingga pendidikan dan budaya tidak bisa dipisahkan. Pendidikan bertujuan membangun totalitas kemampuan manusia baik sebagai individu maupun anggota kelompok masyarakat sebagai unsur vital dalam kehidupan manusia yang beradab, kebudayaan mengambil unsur-unsur pembentukannya dari segala ilmu pengetahuan yang di anggap vital dan sangat di perlukan dalam menginterprestasi semua yang ada dalam kehidupannya. Peranan Lembaga Pendidikan Dalam Proses Pembudayaan Perananan lembaga pendidikan adalah menjadi salah satu saluran atau media dari proses pembudayaan. Media lainnya adalah keluarga dan institusi lainnya yang ada di dalam masyarakat. Dalam konteks inilah pendidikan disebut sebagai proses untuk “memanusiakan manusiaâ€. Sejalan dengan itu, kalangan antropolog dan ilmu sosial lainnya melihat bahwa pendidikan merupakan upaya untuk membudayakan dan mensosialisasikan manusia sebagaimana yang kita kenal sebagai proses enkulturasi pembudayaan dan sosialisasi proses pembentukan kepribadian dan perilaku seorang anak menjadi anggota masyarakat sehingga anak tersebut diakui oleh masyarakat yang 10 Muh. Wasith Achadi, “Interaksi Pendidikan dan Kebudayaanâ€, dalam Jurnal Dinamika Vol. 2, Jawa Tengah LP3M STAINU Purworejo, 2016, 2. 11 Ralph Linton, The Culture Background of Personality, New York Appleton-Century Crofts, 1985, 21. bersangkutan. Dalam pengertian ini pendidikan bertujuan membentuk agar manusia dapat menunjukkan perilakunya sebagai makhluk yang berbudaya yang mampu bersosialisasi dalam masyarakatnya dan mampu menyesuaikan diri dengan lingkungan dalam upaya mempertahankan kelangsungan hidup, baik secara pribadi, kelompok maupun masyarakat secara keseluruhan. Pendidikan adalah upaya menanamkan sikap dan keterampilan pada anggota masyarakat agar mereka kelak mampu memainkan peranan sesuai dengan kedudukan dan peran sosial masing-masing dalam masyarakat. Secara tidak langsung, pola ini menjadi proses melestarikan suatu kebudayaan. Sejalan dengan ini bertrand russel mengatakan pendidikan sebagai tatanan kehidupan bermasyarakat yang berbudaya. Melalui pendidikan kita bisa membentuk suatu tatanan kehidupan bermasyarakat yang maju, modern, tentram dan damai berdasarkan nilai-nilai dan norma Untuk mewujudkan hal tersebut, para penyelenggara pendidikan harus yakin bahwa program dan proses pembelajaran dapat menggiring siswa agar mampu menggunakan segala apa yang telah dimilikinya yang diperoleh selama proses belajar sehingga bermanfaat dalam kehidupan selanjutnya, baik kehidupan secara akademis maupun kehidupan sehari-hari. Jika kita ingin memisahkan pendidikan dari kebudayaan merupakan suatu kebijakan yang merusak kebudayaan sendiri, malahan menghianati keberadaan proses pendidikan sebagai proses pembudayaan. Nilai-nilai pendidikan ditransmisikan dengan proses-proses acquiring melalui inquiring. Jadi proses pendidikan bukan terjadi secara pasif atau untuk determined tetapi melalui proses interaktif antara pendidikan dan peserta didik. Proses tersebut memungkinkan 12 Ace Suryadi dan Tilaar, Analisis Kebijakan Pendidikan Suatu Pengantar, Bandung Rosdakarya, 1994 195. 110 SOSIOHUMANIORA - Agustus 2017 - Jurnal LP3M - Universitas Sarjanawiyata Tamansiswa Yogyakarta terjadinya perkembangan budaya melalui kemampuan-kemampuan kreatif yang memungkinkan terjadinya inovasi dan penemuan-penemuan budaya lainnya, serta asimilasi, akulturasi dan seterusnya. Ada pakar yang menganggap bahwa antara kebudayaan dan pendidikan saling berpengaruh artinya yaitu bahwa manusia yang berpendidikan adalah sama dengan orang yang berbudaya. Dengan budaya proses pendidikan juga akan lebih mudah karena mempelajari budaya dapat menumbuhkan kesadaran etik, kesusialaan, dan norma hokum. Jadi peserta didik akan lebih mudah menerima karena mereka mempunyai kesadaran untuk mengikuti proses pendidikan dengan tulus tanpa perlu dipaksaan. Contoh konkret yang diambil yaitu transformasi budaya bertanggung jawab. Dalam pendidikan formal , apalagi pendidikan dasar, guru mempunyai wewenang penuh dalam kelas. Guru berperan penting dalam proses transformasi budaya dan dalam penyampaian ilmu yang dapat dilakukan pendidik dalam pendidikan formal adalah memberikan pekerjaan rumah pada siswa. Dengan pemberian tugas atau pekerjaan rumah, siswa mempunyai tanggung jawab dan kewajiban untuk menyelesaikan pekerjaan tersebut. Jika siswa tidak menyelesaikan baik sengaja ataupun tidak, guru dapat memberi sanksi yang mendidik bagi mereka. Apabila hal ini dibiasakan, maka akan terbentuk rasa tanggung jawab dalam diri siswa. Dalam contoh ini, telah terjadi proses transformasi kebudayaan bertanggung jawab dalam lingkungan pendidikan formal. Pendidikan merupakan bentuk strategi kebudayaan yang paling efektif untuk membangun suatu budaya dengan mewujudkan masyarakat yang baik, serta membangun peradaban umat manusia yang selaras dengan cita-cita kemanusiaan. Manusia yang tidak mengenal budaya sama saja tidak mengenal bangsanya sendiri. Oleh karena, kita harus melestarikan dan menjaga budaya dengan cara dalam proses pendidikan dimasukkan unsur-unsur budaya agar keluarannya dari pendidikan tidak hanya pengetahuan saja tapi siap untuk hidup dalam masyarakat. Proses Pembudayaan Melalui Lembaga Pendidikan Proses pembudayaan dalam menginternalisasikan nilai agar terbentuk karakter tidak akan lepas dari teori Habituasi yang dikemukakan oleh Pierre Bourdieu. Habitus adalah kebiasaan masyarakat yang melekat pada diri seseorang dalam bentuk disposisi abadi, atau kapasitas terlatih dan kecenderungan terstruktur untuk berpikir, merasa dan bertindak dengan cara determinan, yang kemudian membimbing mereka. Jadi Habitus tumbuh dalam masyarakat secara alami melalui proses sosial yang sangat panjang, terinternalisasi dan terakulturasi dalam diri masyarakat menjadi kebiasaan yang terstruktur secara sendirinya. Habitus dibuat melalui proses sosial, bukan individu yang mengarah ke pola yang abadi dan ditransfer dari satu konteks ke konteks lainnya, tetapi yang juga bergeser dalam kaitannya dengan konteks tertentu dan dari waktu ke waktu. Habitus tidak tetap atau permanen, dan dapat berubah di bawah situasi yang tak terduga atau selama periode sejarah panjang. Bourdieu dalam bukunya juga mengatakan bahwa Habitus bukanlah hasil dari kehendak bebas, atau ditentukan oleh struktur, tapi diciptakan oleh semacam interaksi antar waktu disposisi yang keduanya dibentuk oleh peristiwa masa lalu dan struktur, dan bentuk praktik dan struktur saat ini dan juga, penting, bahwa kondisi yang sangat persepsi kita ini. Dalam pengertian ini habitus dibuat dan direproduksi secara tidak The habitus is not only a structuring structure, which organizes practices and the perception of practices, but also a structured structure the 13 Pierre, Bourdieu, Distinction a social critique of the judgement of taste, Cetakan ke-8, translated by Richard Nice, Cambridge Harvard University Press, 1996, 170. SOSIOHUMANIORA - Agustus 2017 - Jurnal LP3M - Universitas Sarjanawiyata Tamansiswa Yogyakarta 111 principle of division into logical classes which organizes the perception of the social world is itself the products of internalization of the division into social Berdasarkan teori Habitus tersebut dapat diambil kesimpulan bahwa apabila lembaga ingin membentuk karakter maka perlu pembiasaan. Lembaga pendidikan dapat diartikan sebagai masyarakat karena mereka merupakan sekelompok orang yang Habitus dapat diciptakan di lembaga pendidikan dengan by design. Dan apabila habitus ini dilaksanakan akan menjadi proses pembudayaan yang akan menginternalisasikan nilai sehingga terbentuklah karakter. Habitus yang telah terbentuk dan menciptakan karakter baik harus dikontrol dengan baik. Habitus akan menjadi proses pembudayaan dalam upaya membentuk perilaku dan sikap seseorang yang didasari oleh ilmu pengetahuan, keterampilan sehingga setiap individu dapat memainkan perannya masing-masing. Dengan demikian, ukuran keberhasilan pembelajaran dalam konsep enkulturasi adalah perubahan perilaku siswa. Hal ini sejalan dengan 4 empat pilar pendidikan yang dikemukakan oleh Unesco yaitu 1 Learning to know adalah upaya memahami instrumen-instrumen pengetahuan baik sebagai alat maupun sebagai tujuan. Sebagai alat pengetahuan tersebut di harapkan akan memberikan kemampuan setiap orang untuk memahami berbagai aspek lingkungan agar mereka dapat hidup dengan harkat dan martabatnya dalam rangka mengembangkan keterampilan kerja dan berkomunikasi dengan berbagai pihak yang di perlukan. Sebagai tujuan, maka pengetahuan tersebut akan bermanfaat dalam rangka peningkatan pemahaman, pengetahuan serta penemuan di dalam kehidupannya. 2 Learning to do lebih di 14 Ibid., 170. tekankan pada bagaimana mengajarkan anak-anak untuk memperaktikan segala sesuatu yang telah di pelajarinya dan dapat mengadaptasikan pengetahuan-pengetahuan yang telah di perolehnya tersebut dengan pekerjaan-pekerjaan di masa depan. 3 Learning to live together pada dasarnya adalah mengajarkan, melatih dan membimbing peserta didik agar mereka dapat menciptakan hubungan melalui komunikasi yang baik, menjauh perasangka-perasangka buruk terhadap orang lain serta menjauhi dan menghindari terjadinya perselidihan dan konflik. 4 Learning to be sebagaimana di ungkapkan secara tegas oleh komisi pendidikan, bahwa prinsip fundamental pendidikan hendaklah mampu memberikan konstribusi untuk perkembangan seutuhnya setiap orang, jiwa dan raga, intelegensi, kepekaan, rasa etika, tanggung jawab pribadi dan nilai-nilai Dari keempat pilar pendidikan yang direkomendasikan oleh Unesco tersebut, terbentuknya karakter menjadi prioritas utama. Hal ini dapat dilihat dari posisi hierarki learning to be. Pendidikan digunakan sebagai pengkayaan pengalaman berilmu, pengendalian diri dan menjadi diri sendiri. Peserta didik mengembangkan daya kreasi dan kediriannya di masa depan yang berebda dari situasi saat belajar C. SIMPULAN Pendidikan sebagai sebuah sistem yang terdiri dari berbagai komponen pendidikan juga dapat diartikan sebagai sebuah sistem sosial. Sistem sosial ini berarrti lembaga pendidikan merupakan perkumpulan beberapa orang yang saling berinteraksi yang ingin mencapai suatu tujuan bersama. Pemahaman lembaga pendidikan sebagai suatu sistem sosial 15 Aunurrahman, Belajar dan Pembelajaran, Bandung Alfabeta, 2011, 6-8. 16 Abdul Munir Mulkhan, “Spiritualisasi IPTEK dalam Perkembangan Pendidikan Islamâ€, dalam Paradigma Baru Pendidikan, Jakarta IISEP, 2008, 185. 112 SOSIOHUMANIORA - Agustus 2017 - Jurnal LP3M - Universitas Sarjanawiyata Tamansiswa Yogyakarta lebih dapat melihat pendidikan sebagai cara untuk menanamkan nilai-nilai luhur yang berada di masyarakat. Dalam menanamkan nilai-nilai ini maka dapat membentuk karakter siswa. Lembaga pendidikan sebagai agen dalam penanaman nilai dapat memberikan nilai berupa pengetahun, sikap dan keterampilan yang dibutuhkan masyarakat. Selanjutnya jika dilihat dari teori perkembangan budaya Van Peursen maka diharapkan lembaga pendidikan dapat memposisikan diri sebagai tahap fungsional. Pada tahap ini lembaga pendidikan sebagai agen transformasi nilai harus berfungsi dalam memberikan nilai-nilai yang dianut oleh masyarakat. Dalam melakukan proses pembudayaan nilai agar terbentuk menjadi karakter dapat menggunakan pendapat dari Pierre Bourdieu mengenai Habitus. Lembaga pendidikan dapat melakukan pembiasaan melalui beberapa kegiatan. Pembiasaan dapat dilakukan melalui interaksi sosial antar warga sekolah lembaga pendidikan. Pembiasaan yang telah mengakar menjadi pembudayaan harus dijaga dengan kontrol yang dilakukan oleh lembaga pendidikan. D. DAFTAR PUSTAKA Achadi, Muh. Wasith, “Interaksi Pendidikan dan Kebudayaanâ€, dalam Jurnal Dinamika Vol. 2, Jawa Tengah LP3M STAINU Purworejo, 2016. Ahmadi, Abu, Ilmu Pendidikan, Rineka Cipta Jakarta 1991. Aloliliweri, Gatra-gatra Komunikasi Antarbudaya, Yogyakarta Pustaka Pelajar, 2011. Aunurrahman, Belajar dan Pembelajaran, Bandung Alfabeta, 2011. Bourdieu, Pierre, Distinction a social critique of the judgement of taste, Cetakan ke-8, translated by Richard Nice, Cambridge Harvard University Press, 1996. Idianto, M, Sosiologi, Jakarta Erlangga, 20014. Linton, Ralph, The Culture Background of Personality, New York Appleton-Century Crofts, 1985. Mulkhan, Abdul Munir, “Spiritualisasi IPTEK dalam Perkembangan Pendidikan Islamâ€, dalam Paradigma Baru Pendidikan, Jakarta IISEP, 2008. Nasution. S, Sosiologi Pendidikan, Jakarta Bumi Aksara, 2011. Prasetya, Joko Tri, Ilmu Budaya Dasar, Jakarta Rineka Cipta, 2004. Peursen, van, Strategi Kebudayaan, Yogyakarta Yayasan Kanisius, 1976. Sirait, Sangkot, Dari Islam Inklusif ke Islam Fungsional Telaah Atas Pemikiran Al-Faruqi, Yogyakarta Datamedia, 2008. Suryadi, Ace dan Tilaar, Analisis Kebijakan Pendidikan Suatu Pengantar, Bandung Rosdakarya, 1994. Tilaar, Sistem Pendidikan Nasional yang Kondusif bagi Pembangunan Masyarakat Industri Berdasarkan Pancasila, Jakarta LIPI, 1991. ... In order to improve the quality and potential of education in Indonesia, families, communities, and the government must share responsibility for education, bearing in mind the importance of education Sujana, 2019;Santika, 2021. Through education, a person's attitude and behavior will experience a process of transformation or formation Putra, 2017;Zafi, 2018;Susiana et al., 2019. Students must be able to think critically, systematically, logically, and creatively and be willing to work together effectively Marliani, 2015;Rachmantika & Wardono, 2019. ...Ichdar DomuStudents' information gathering is heavily reliant on their learning styles. Mathematical education calls for a deeper examination of methodological variations. This study examines the correlation between students' learning styles and their ability to solve math word problems involving a system of two-variable linear equations. The method employed is a qualitative, descriptive research method. The instruments utilized are student aptitude and learning style assessments. Data analysis methods include data collection, data reduction, and data interpretation. The findings included that the visual and auditory subjects completed only three of the five questions they deemed simple. Comparatively, kinesthetic subjects were able to answer four questions. When reexamining the visual, auditory, and kinesthetic subjects, the obtained answers are not rechecked. By concluding the solution process, visual and kinesthetic subjects exhibit similarities. In the final phase, the auditory subject neither concludes nor responds to the initial questions.... Sehingga dapat dikatakan bahwa Covid-19 memfungsikan peran yang sebenarnya. Dalam hal ini anak dengan keluarga bersosialisasi bagaimana membangun hubungan sosial keluarga yang harmonis seperti munculnya rasa komitmen bersama dan hubungan timbal balik antar anak dan orang tua, pemberian perhatian, keteladanan, serta membangun suasana belajar yang nyaman dan komunikasi yang baik Zafi, 2018. ...Risdoyok RisdoyokPembelajaran adalah instrumen yang sangat penting dalam mencerdaskan kehidupan Bangsa. Guna untuk mengembangkan potensi kognitif, psikomotor, dan afektif peserta didik. Untuk mengembangkan potensi-potensi ini tentu didukung dengan suasana belajar dengan nyaman dan penuh dengan bimbingan yang maksimal pula. Metode penelitian ini menggunakan pendekatan kualitatif dengan data bersumber dari observasi, wawancara dan dokumentasi sedangkan metode analisis yang digunakan dalam penelitian ini penelitain kualitatif deskriptif. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa proses pembelajaran mengalami perubahan, secara tidak langsung menunjukkan dinamika Pendidikan di Indonesia terganggu. Seperti proses pembelajaran dialihkan di rumah masing-masing daring, Kedua; transformasi media pembelajaran berbasis Media Digital, yakni WhatsApp groups, Google class, Googleomes’, Office 365, Ketiga; system, metode, evaluasi pembelajaran yang disesuaikan dan, Keempat; kerjasama guru dan orang tua yang menentukan keberhasilan pendidikan saat ini. Kalau kerjasama antara guru dan orang tua dijalani dengan baik maka keberhasilan dari belajar mereka akan tercapai. Karena melihat dari segi pengaruh mereka belajar saat ini cukup banyak, sehingga tingkat pemfokusan mereka menurut. Untuk itu perlunya peran lebih dari orang tua selama belajar dari rumah. Sedikitnya ini yang perlu diperhatikan oleh semua pihak lembaga Pendidikan untuk menciptakan kecerdasan kehidupan bangsa dalam situasi apapun.... Lahirnya generasi milenial pada era digitalisasi teknologi, harus diimbangi oleh kemajuan dunia pendidikan Siswati, 2019. Transformasi budaya yang semakin cepat juga dapat mengakibatkan perubahan tatanan sosial Zafi, 2018. Meskipun perubahan tersebut pada satu sisi menguntungkan, tetapi di sisi yang lain dapat merugikan. ...Karyanto KaryantoEndang SulistiyoriniWarsiman WarsimanThe research aims to identify the pattern of supervision used by SMAN 1 Sidoarjo in implementing the excellent school program based on soft skills. This study uses a qualitative descriptive approach. Principals, teachers, students, staff and everyone else involved in SMAN 1 Sidoarjo's excellent school program focused on soft skills were the study's subjects. The research's primary data collection methods are interviews, observation, and documentation. The results showed that SMAN 1 Sidoarjo's excellent school supervision program based on soft skills involved internal elements such as the school itself, the administrator as the primary element who manages the academic community, and teachers who supervise students. The purpose of internal supervision is to ensure that the soft skills program is implemented effectively and efficiently. The education department, supervisors, school committees, parents/guardians, and the community all participate in external supervision. External supervision is necessary for the program's development and maintenance. The result shows that supervision in the implementation of a program is essential to do to maintain the sustainability of the program.... Where this has all given an idea that the relationship between man and the world is not always shown with a passive attitude, resigned, also equating to conform to the rules of the surrounding environment. Education is intended as preparing the nations children to face the future and make this nation dignified among the other nations of the world Zafi, 2018. But it must be given a manifestation through a playful attitude, also always using the environment for the benefit of living in that time or even in the future, so that from these active relationships a culture is born. ...Firman MansirReligious and socio-cultural education is inseparable in peoples lives. Educational cultural proximity to religion and socio-cultural development become two interrelated and mutually needy sides in solving social problems of society. This research shows that there is a relationship between religious and cultural education that is interrelated, giving birth to changes and responding to the rapid development of the times, thus ushering in a reality of religious life that is full of educational values without losing the local culture. The success of a nation can be seen and measured by the younger generation of its nation in the present and the future. Regarding religious education with culture, it is hoped that there will be the best results from a new generation and have potential with good quality, who can develop the knowledge they have and apply it well in the fabric of education, society, and culture. Thus, religious and socio-cultural education provides answers to various problems in the social development of budaya to religion in the context of educational institutions, be it in schools or madrasas. Pendidikan Agama Islam dan sosial budaya tidak dapat dipisahkan dalam kehidupan masyarakat. Pendekatan kultural edukatif terhadap agama dan perkembangan sosial budaya menjadi dua sisi yang saling terkait dan saling membutuhkan dalam memecahkan persoalan sosial masyarakat. Penelitian ini menunjukkan bahwa terdapat hubungan antara pendidikan Agama Islam dan budaya yang saling berkaitan, dengan melahirkan perubahan serta merespon berkembangnya zaman yang semakin pesat, sehingga mengantarkan pada sebuah kenyataan kehidupan beragama yang sarat dengan nilai-nilai pendidikan tanpa menghilangkan budaya setempat. Berhasilnya suatu bangsa dapat dilihat serta diukur dari generasi muda bangsanya pada masa kini serta pada masa yang akan datang. Dalam hubungannya Pendidikan Agama Islam dengan budaya, sangat diharapkan adanya hasil terbaik dari generasi yang baru dan memiliki potensi dengan kualitas yang baik, yang mampu untuk mengembangkan ilmu pengetahuan yang dimiliki dan mengaplikasikannya dengan baik dalam jalinan pendidikan, sosial dan budaya. Dengan demikian, Pendidikan Agama Islam dan sosial budaya memberi jawaban dari berbagai permasalahan dalam perkembangan sosial budaya terhadap agama dalam konteks lembaga pendidikan, baik itu di sekolah maupun madrasah.... Education is one of the most important things for human life, education itself has the meaning of knowledge, skills, to a group of people that are passed on from generation to generation through teaching, or research, education is important for generational transfer, because the future is determined by a new generation, current work many are replaced by the new generation [1]. Universities in Indonesia, can take the form of institute, polytechnic, Academy,University and high School. ...Christian Pangestu KuncoroEducation is one of the most important things in human life, and in the world of education. However, there are still many students who graduate not on time. The purpose of this study is to find out an overview of what factors influence, then data analysis, and visualization so that students can graduate on time or not on time for UMN student graduates in 2018-2020. The method or approach used to solve the problem is data collection, independent variable, dependent variable, CRISP-DM, with SQLYog tools, to store data, rapid miner for data cleaning, then calculate prediction accuracy with rapid miner using nave Bayes algorithm, and regression logistics, using the included 10-fold validation method, and visualizing the data with Tableau.... Pendidikan adalah salah satu sarana yang digunakan untuk menerapkan dan membudayakan nilai-nilai budaya. Pendidikan berbasis budaya menjadi sebuah gerakan untuk menyadarkan masyarakat agar terus belajar mengatasi segala tantangan kehidupan yang semakin berat Zafi, 2018. ...Ummi Nur RokhmahMisbahul MunirThe purpose of this study is describe implementation of environmental school culture for shaping character environmental care students at SDN Temas 01 Batu. This study used a qualitative approach with descriptive research. The study is conducted in SDN Temas 01 Batu with the subject of his research is the principal, 3 teachers, 4 students, 1 janitor, 1 cafeteria guard and 2 parents of students. Data is collected through interview, observation, and documentation. Data analysis is carried out through 3 stages, datareduction, data display and verification. The validity of the information is tested by triangulation of techniques and triangulation of sources. The research results show that environmental school culture is implemented through 3 steps, planning, implementation and evaluation. Planning activities are forming school environmental management team, making environmental studies and planning environmental actions. Activities carried out during implementation are make environmental policies, implement environmental based curricula, conduct participatory based environmental activities, and manage environmental supporting facilities. The success of the implementation is evaluated by monitoring the state of biodiversity in schools, electricity bills and spending on purchasing office stationery, weighing the amount of waste and monitoring students' ability to manage the environment in terms of cognitive, affective and psychomotor aspects. The supporting factor that influences the implementation of an environmental school culture is the location of the school which is in a location that is still beautiful and gets a lot of support from outside parties. While the inhibiting factor is limitation of budget, there are still students who lack awareness in sorting waste and there is still a lot of plastic waste in schools.... Abdullah, 2016;Salik, 2020;Zafi, 2017.Peran budaya seseorang hanya dapat diukur dari sejauh mana ia dapat memberikan manfaat bagi kepentingan manusia. Agama tentu tidak bisa diabaikan dalam kaitannya dengan realitas social Hadi & Bayu, 2021. ...Yunus BayuPenelitian ini bertujuan untuk mengetahui nilai budaya Bugis dalam pendidikan Islam di perguruan tinggi Tana Luwu tepatnya di Kota Palopo yaitu Universitas Andi Djemma, IAIN Palopo. Penelitian ini menggunakan metode kualitatif dengan pendekatan etnopedagogi. Membangun kerukunan umat beragama dalam pendidikan nilai kearifan lokal masih sangat relevan untuk diterapkan oleh seluruh mahasiswa. Hal ini, tercermin dari sikap mahasiswa melalui disiplin dan tanggung jawab. Kedisiplinan dan tanggung jawab mahasiswa untuk menjaga harga diri, martabat. Cerminan dari Pluralitas yang berfungsi sebagai ruh mahasiswa dalam proses pendidikan nilai-nilai. Konsep pembelajaran budaya dalam pendidikan agama Islam memberikan nilai-nilai penghormatan seperti Sipakatau saling memberi informasi, Sipakalebbi Saling Menghormati, Sipakaingge Saling Mengingatkan, Sipakatou Saling Berbagi. Menghargai perdamaian, senang membantu sesama, apalagi jika mereka sesama manusia. Sehingga pendidikan budaya Bugis sejalan dengan nilai-nilai Pluralitas yang tumbuh dan berkembang di IndonesiaTiara NazmillahIstinganatul NgulwiyahZerri Rahman HakimThis study aims to describe the implementation of religious values in character education at SDIT Al-Izzah Kota Serang. This research is qualitative descriptive study. The research subjects are teachers and students of grades III,VI,V at SDIT Kota Serang. This research was conducted in January - February 2022. Data was collected through observation, interviews and documentation techniques. The results of the study show that the implementation of religious values can be carried out through religious habituation activities in students, namely 1 Implementation of religious values through self-development which consists of routine activities in schools, spontaneous activities carried out by teachers to students, the example given by the teacher, and the conditioning of the school which was created in such a way. 2 Implementation of religious values through subjects by inserting them in subject matter or moral messages, 3 Implementation of religious character values through school culture which consists of culture in the classroom, school, outside of school. The teacher's perception of the importance of religious values in character education is one of the sources that underlies character education and is very important to in still in students from an early age because strong religious provision from an early age will strengthen the moral foundations of students in the future. The role of the school in supporting the implementation of religious values in character education is providing the necessary facilities, supporting activities in schools, and setting a good example for HayatiTommy ChristomyBatik has long been well-known in Java. Its reputation increased significantly during President Susilo Bambang Yudhoyono’s SBY administration who declared national batik day. This encouraged provinces with no batik tradition before to create batik with its unique local identity. This article aims to map the roles of different agencies from educational institutions in the emergence of the local identity symbol of Nusa Tenggara Barat NTB province represented by Sasambo batik. This research shows that cultural policies in Indonesia must consider locality. Local cultural expressions in Indonesia, especially in Eastern Indonesia, are often ‘forced’ to follow what is suggested and brought by actor from different traditions. The situation became more complex when the cultural expression introduced was packaged through the ideology of nationalism, Batik, which was originally part of Javanese culture, has been elevated to become a National culture. Adopting batik as part of national identity is an important cultural strategy considering that the use of batik has spread throughout Indonesia whether we like it or not. The problem is, the presence of batik technology has had an effect on local cloth crafts that use a different concept from batik, such as NTB Ikat weaving. Ikat woven crafts are made through a long process and are more expensive than making batik, where the preparation and materials are easier to obtain and cheaper. In this case, the woven craftsmen cannot compete economically with those who make batik. Batik is faster and more can be produced. Batik was introduced systematically through the education system, while woven cloth was left as it was. This research is part of an ethnographic research and the data were collected through observation and in-depth interviews. It was found that teachers play important roles in establishing a good reputation and even competing with the local woven cloth of NTB province. At the same time, there was a struggle over meanings between national and local batik. The ideology of nationalism used by the teachers in the end benefits not only individuals, but also groups, even Pina SufaAmril AmirErizal GaniBuku Pendidikan Budaya Melayu Riau ini memang telah menyertakan karakter yang dikembangkan pada awal bab, yaitu nilai religius, rasa ingin tahu, dan tanggung jawab. Tujuan dari penulisan artikel ini adalah untuk mengetahui nilai pendidikan budaya dan karakter yang terdapat dalam buku Budaya Melayu Riau yang ditulis oleh Taufik Ikram Jamil, Derichard H. Putra, dan Syaiful Anuar. Buku tersebut meryupakan buku yang menjadi bahan ajar mata pelajaran Budaya Melayu Riau untuk kelas VII Sekolah Menengah Pertama SMP yang ada di Riau. Mata pelajaran tersebut merupakan mata pelajaran muatan lokal. Penelitan ini merupakan penelitian kualitatif dengan metode deskriptif. Metode yang dapat digunakan dalam pengumpulan data menurut Sudaryanto dalam Saleh, 2014 terbagi menjadi 2 dua, yaitu metode simak dan metode cakap. Dalam melakukan penelitian ini, metode yang digunakan adalah metode simak, karena objek yang diteliti dalam bentuk tulisan, yaitu buku Pendidikan Budaya Melayu Riau. Peneliti mengambil garis besar dari penjelasan tiap bab pada buku pelajaran, kemudian menyertakan nilai karakter yang terdapat dalam buku Culture Background of PersonalityRalph LintonLinton, Ralph, The Culture Background of Personality, New York Appleton-Century Crofts, IPTEK dalam Perkembangan Pendidikan IslamAbdul MulkhanMunirMulkhan, Abdul Munir, "Spiritualisasi IPTEK dalam Perkembangan Pendidikan Islam", dalam Paradigma Baru Pendidikan, Jakarta IISEP, PrasetyaTriPrasetya, Joko Tri, Ilmu Budaya Dasar, Jakarta Rineka Cipta, Dan SuryadiH A TilaarSuryadi, Ace dan Tilaar, Analisis Kebijakan Pendidikan Suatu Pengantar, Bandung Rosdakarya, Pendidikan Nasional yang Kondusif bagi Pembangunan Masyarakat Industri Berdasarkan PancasilaH A TilaarTilaar, Sistem Pendidikan Nasional yang Kondusif bagi Pembangunan Masyarakat Industri Berdasarkan Pancasila, Jakarta LIPI, Pendidikan dan KebudayaanD Daftar Pustaka AchadiMuh WasithD. DAFTAR PUSTAKA Achadi, Muh. Wasith, "Interaksi Pendidikan dan Kebudayaan", dalam Jurnal Dinamika Vol. 2, Jawa Tengah LP3M STAINU Purworejo, 2016.
Tujuan dari penelitian ini adalah untuk melihat jenis penguatan karakter seperti apa yang dapat membangun karakter siswa berdasarkan nilai-nilai ajaran Islam. Penelitian ini menggunakan penelitian kualitatif deskriptif di lapangan dengan menggunakan teknik pengumpulan data observasi, wawancara, diskusi kelompok FGD serta dokumentasi. Selain itu, data disajikan dengan menggunakan pendekatan deskriptif, dalam bentuk kata-kata, tulisan, untuk memperjelas data yang dikumpulkan dan dianalisis. Hasil dari penelitian menunjukkan bahwa penguatan pendidikan karakter melalui pendidikan Agama Islam di SMP N 3 Bandar Lampung dibagi menjadi 3 bidang PPK berbasis kelas, PPK berbasis sekolah, PPK berbasis masyarakat itu bisa dikatakan baik dan tidak. PPK berbasis kelas sudah dilakukan dengan baik di SMP 3 Bandar Lampung karena setiap tahapan-tahapan telah dilakukan dengan baik. Tahapan-tahapan tersebut termasuk mengintegrasikan PPK ke dalam program, PPK melalui manajemen kelas, PPK melalui pilihan dan penggunaan metode pembelajaran tematik, PPK oleh gerakan literatur, PPK melalui bimbingan dan konsling. Dari kelima tahap implementasi ini, dapat dikatakan bahwa itu maksimal dan dilaksanakan dengan baik. Bidang berikutnya adalah budaya sekolah berdasarkan PPK. Dalam budaya sekolah, banyak nilai inti PPK yang diterapkan. PPK berdasarkan budaya sekolah dalam implementasinya berjalan dengan baik. Kondisi sosial-budaya di SMP N 3 Bandar Lampung sangat mudah diterapkan, untuk berbagai jenis nilai-nilai luhur, sehingga contoh-contoh pendidikan dapat dengan mudah diintegrasikan dengan siswa. PPK berbasis masyarakat dalam implementasinya di SMP N 3, Bandar Lampung belum bekerja sesuai dengan konsep PPK itu sendiri. Hal ini disebabkan oleh keterbatasan ruang lingkup implementasinya. Namun, beberapa hal dapat diimplementasikan, termasuk hubungan sosial antara komite sekolah dan orang tua sebagai aktor kunci dalam pendidikan. Ada Kolaborasi yang masih terbatas, yaitu komunitas ulama dan guru ngaji. Oleh karena itu dapat disimpulkan bahwa di antara tiga bidang PPK yang belum diimplementasikan dengan benar, adalah PPK berbasis masyarakat. Discover the world's research25+ million members160+ million publication billion citationsJoin for free Al-Tadzkiyyah Jurnal Pendidikan Islam, Volume 10. No. I 2019 P. ISSN 20869118 E-ISSN 2528-2476 83 PENGUATAN PENDIDIKAN KARAKTER MELALUI PENDIDIKAN AGAMA ISLAM DI SMPN 3 BANDAR LAMPUNG Siti Zulaikah Sitizulaikah Universitas Islam Negeri Raden Intan Lampung, Indonesia Abstract The purpose of this study is to see what kind of character reinforcement can build student character based on Islamic values. This research uses descriptive qualitative research in the field by using observation, interview, group discussion FGD data collection techniques and documentation. In addition, data is presented using a descriptive approach, in the form of words, writing, to clarify the data collected and analyzed. The results of the study show that strengthening character education through Islamic education in SMP N 3 Bandar Lampung is divided into 3 fields class-based KDP, school-based KDP, community-based KDP can be said to be good and not. Class-based KDP has been done well at SMP 3 Bandar Lampung because each stage has been done well. These stages include integrating KDP into the program, KDP through classroom management, KDP through the choice and use of thematic learning methods, KDP by the literature movement, KDP through guidance and counseling. Of the five stages of implementation, it can be said that it is maximized and implemented well. The next field is school culture based on KDP. In school culture, many core KDP values are applied. KDP based on school culture in its implementation went well. The socio-cultural conditions in SMP N 3 Bandar Lampung are very easy to implement, for various types of noble values, so that examples of education can be easily integrated with students. Community-based KDP in its implementation in SMP N 3, Bandar Lampung has not worked in accordance with the KDP concept itself. This is due to the limited scope of its implementation. However, some things can be implemented, including social relations between school committees and parents as key actors in education. There is still limited collaboration, namely the ulama community and the teacher of the Koran. Therefore it can be concluded that among the three KDP fields that have not been properly implemented, it is community based KDP Key Words Character Education and Islamic Education Abstrak Tujuan dari penelitian ini adalah untuk melihat jenis penguatan karakter seperti apa yang dapat membangun karakter siswa berdasarkan nilai-nilai ajaran Islam. Penelitian ini menggunakan penelitian kualitatif deskriptif di lapangan dengan menggunakan teknik pengumpulan data observasi, wawancara, diskusi kelompok FGD serta dokumentasi. Selain itu, data disajikan dengan menggunakan pendekatan deskriptif, dalam bentuk kata-kata, tulisan, untuk memperjelas data yang dikumpulkan dan dianalisis. Hasil dari penelitian menunjukkan bahwa penguatan pendidikan karakter melalui pendidikan Agama Islam di SMP N 3 Bandar Lampung dibagi menjadi 3 bidang PPK berbasis kelas, PPK berbasis sekolah, PPK berbasis masyarakat itu bisa dikatakan baik dan tidak. PPK berbasis kelas sudah dilakukan dengan baik di SMP 3 Bandar Lampung karena setiap tahapan-tahapan telah dilakukan dengan baik. Tahapan-tahapan tersebut termasuk mengintegrasikan PPK ke dalam program, PPK melalui manajemen kelas, PPK melalui pilihan dan penggunaan metode pembelajaran tematik, PPK oleh gerakan literatur, PPK melalui bimbingan dan konsling. Dari kelima tahap implementasi ini, dapat dikatakan bahwa itu maksimal dan dilaksanakan dengan baik. Bidang berikutnya adalah budaya sekolah berdasarkan PPK. Dalam budaya sekolah, banyak nilai inti PPK yang diterapkan. PPK berdasarkan budaya sekolah dalam implementasinya berjalan dengan baik. Kondisi sosial-budaya di SMP N 3 Bandar Lampung sangat mudah diterapkan, untuk berbagai jenis nilai-nilai Al-Tadzkiyyah Jurnal Pendidikan Islam, Volume 10. No. I 2019 P. ISSN 20869118 E-ISSN 2528-2476 84 luhur, sehingga contoh-contoh pendidikan dapat dengan mudah diintegrasikan dengan siswa. PPK berbasis masyarakat dalam implementasinya di SMP N 3, Bandar Lampung belum bekerja sesuai dengan konsep PPK itu sendiri. Hal ini disebabkan oleh keterbatasan ruang lingkup implementasinya. Namun, beberapa hal dapat diimplementasikan, termasuk hubungan sosial antara komite sekolah dan orang tua sebagai aktor kunci dalam pendidikan. Ada Kolaborasi yang masih terbatas, yaitu komunitas ulama dan guru ngaji. Oleh karena itu dapat disimpulkan bahwa di antara tiga bidang PPK yang belum diimplementasikan dengan benar, adalah PPK berbasis masyarakat. Kata Kunci Penguatan Pendidikan Karakter dan Pendidikan Agama Islam PENDAHULUAN Saat ini Indonesia sedang dihadapkan pada permasalahan melemahnya karakter bangsa.Anwar and Salim 2018 Karakter mulia, kesopanan dan religiusitas yang dipertahankan dan menjadi budaya Indonesia selama ini terasa asing dan jarang ditemukan tengah-tengah masyarakat.Ainiyah 2013 Dalam perkembangannya, pembentukan karakter pada generasi penerus bangsa sudah diupayakan dengan berbagai bentuk dan usaha, namun hingga saat ini belum terlaksana dengan optimal.Anam 2014 Karakter merupakan suatu ciri khas yang membedakan antara manusia yang satu dengan yang lainnya. Karakter adalah hal dasar yang dimiliki oleh setiap manusia. Pada masa sekarang, banyak kasus kemerosotan karakter yang terjadi di Indonesia. Salah saatunya adalah krisis dalam dunia pendidikan. Banyak peserta didik yang sering membolos, menjamurnya budaya menyontek, kasus tawuran antar pelajar, dan sebagainya. Hal tersebut dikarenakan kurangnya penanaman karakter sejak dini yang dapat dimulai dari lingkungan keluarga, sekolah, dan masyarakat.Wahyu Suryanti and Dwi Widayanti 2018. Dunia pendidikan yang secara filosofis dipandang dan diharapkan sebagai alat atau wadah untuk mencerdaskan dan membentuk watak manusia agar lebih baik humanisasi, sudah mulai bergeser. Hal tersebut terjadi salah satunya disebabkan kurang siapnya dunia pendidikan untuk mengikuti perkembangan zaman yang begitu cepat. Padahal pendidikan seharusnya menjadi alternatif untuk mengatasi dan mencegah krisis karakter bangsa. Oleh sebab itu, diperlukan suatu cara agar pendidikan dapat memperlihatkan tajinya dalam peransertanya membenahi jatidiri bangsa. Saah satu cara yang dilaksanakan dalam beberapa tahun ini yaitu dengan pengembangan pendidikan karakter.Dahliyana 2017. Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan, telah memberlakukan pendidikan karakter di semua tingkat dunia pendidikan formal di Al-Tadzkiyyah Jurnal Pendidikan Islam, Volume 10. No. I 2019 P. ISSN 20869118 E-ISSN 2528-2476 85 Indonesia. Pendidikan Karakter adalah upaya mendidik anak supaya mereka dapat membuat keputusan dan mempraktikan secara bijaksana dalam kehidupan sehari-hari, sehingga mereka dapat berkontribusi secara positif terhadap lingkungan mereka Yetri 2017 yangg mengarah pada pencapaian dalam pembentukan karakterr dan akhlak mulia siswa secara utuh, terintegrasi dan seimbang, sesuai dengan standarr kompetensi. Sekolah adalah salah satu tempat strategis dalam pembentukan karakter, selain keluarga dan masyarakat. Hal itulah yang mendasari perlu adanya program pendidikan karakter di sebuah sekolah, baik dalam kegiatan intrakurikuler, kokurikuler dan ekstrakurikuler sekolah. Karakter bukan merupakan mata pelajaran yang berdiri sendiri, tetapi nilai nilai karakter tersebut diintegrasikan dalam kurikulum, artinya menjadi penguat kurikulum yang sudah ada, yaitu dengan mengimplementasikan kurikulum yang sudah ada, yaitu dengan mengimplementasikannya dalam mata pelajaran dan dalam kegiatan sehari-hari peserta didik.Taqiudin Zarkasi 2018. Oleh sebab itu, perlu penanaman pendidikan karakter untuk setiap sekolah dengan berbagai kegiatan yang bisa menunjang penanaman karakter yang baik Hamid 2017. Diharapkan melalui pendidikan karakter siswa SMP dapat secara mandiri meningkatkan dan menggunakan ilmu pengetahuan mereka, untuk mempelajari dan menginternalisasi dan mempersonalisasikan nilai-nilaiikarakter dan nilai-nilai moral yang mulia sehingga mereka memanifestasikan dalam perilaku sehari-hari. Pendidikan Karakter di tingkat institusional bertujuan untuk membentuk budaya sekolah yang dipraktikkan oleh seluruh anggota sekolah. Adapun yang dimkasud dengan Budaya sekolah adalah karakteristik, watak, dan citra sekolah yang dipandang di mata masyarakat luas.Kebudayaan 2010 Pada pendidikan formal di Kota Bandar Lampung, pendidikan karakter yang diterapkan lebih mengarah pada nilai agama, terutama dalam pendidikan dasar sembilan tahun, terutama di tingkat sekolah dasar dan menengah pertama. Ini dapat dilihat di banyak sekolah negeri dan swasta, yang menanamkan nilai-nilai agama di lingkungan sekolah. Seperti kegiatan sholat Sunah Dhuha sebelum belajar, membaca al-Qur'an, peserta didik perempuang diwajibkan menggunakan jilbab serta pengimpelmentasian kegiata-kegiatan agama lainnya di lingkungan sekolah. Demikian pula, Sekolah Menengah Pertama 3 Bandar Lampung, sudah mengimplementasikan penguatan pendidikan karakter berdasarkan nilai-nilai agama. Mayoritas siswa SMP Negeri 3 Al-Tadzkiyyah Jurnal Pendidikan Islam, Volume 10. No. I 2019 P. ISSN 20869118 E-ISSN 2528-2476 86 Bandar Lampung adalah Muslim, sehingga kegiatan sekolah harus lebih mengutamakan nilai-nilai agama islam. Mengingat hasil studi di atas, masih dibutuhan untuk berpikir secara mendalam tentang upaya sekolah untuk mencapai penguatan karakter berbasis Pendidikan Islam. Gerakan pendidikan di sekolah untuk memperkuat karakter melalui proses pelatihan, menstransformasikan, menstransmisikan, dan mengembangkan kemampuan siswa dengan cara menerapkan 1 nilai agama; 2 nasionalis; 3 mandiri; 4 gotong royong; dan 5 integritas merupakan suatu cara penguatan pendidikan karakter di sekolah. Program Penguatan Pendidikan Karakter PPK adalah program yang sangat penting untuk dilaksanakan dengan tujuan memperkuat pendidikan karakter yang dilaksanakan. Selain lingkungan keluarga dan sosial, lingkungan sekolah merupakan institusi nomer dua yang berperan penting dalam pembentukan pribadi anak. Penguatan Pendidikan Karakter merupakan kelanjutan dan revitalisasi gerakan nasional pendidikan karakter yang telah dimulai pada 2010. Penguatan pendidikan karakter character education atau pendidikan moral moral education dalam masa ini perlu diimplementasikan untuk mengatasi krisis moral yang sedang melanda negeri ini. Krisis tersebut antara lain adalah pergaulan bebas yang semakin meningkat, seperti penyalahgunaan obat-obatan terlarang narkoba dan pornografi. Selain dua kasus tersebut, saat ini juga marak terjadi kekerasan terhadap anak dan remaja, pencurian, kebiasaan menyontek, serta tawuran yang sudah menjadi masalah sosial yang sampai saat ini belum dapat diatasi secara tuntas.Atik Maisaro, Bambang Budi Wiyono 2018 Hal ini mendorong penulis untuk melakukan penelitian yang lebih lanjut di SMP Negeri 3 Bandar Lampung untuk melihat bagaimana pelaksanaa penguatan pendidikan karakter yang dilaksanakan. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk menentukan jenis penguatan karakter apa yang diberikan kepada siswa berdasarkan nilai-nilai agama. Dalam penelitian Peneliti lebih fokus terhadap Pendidikan Agama Islam sebagai sarana pembangunan karakter, sebab dalam pendidikan karakter lebih menekankan niai-nilai agama. Berdasarkan pada studi penelitian terdahulu yang dilakukan oleh EnyWahyu Suryatnti dan Febi Dwi Widayanti dengan judul Penguatan Pendidikan Karakter Berbasis Religius. Pada penelitian terdahulu menyatakan bahwa sudah banyak kasus kemerosotan karakter dalam dunia pendidikan, oleh sebab itu maka dibutuhkan suatu penanaman karakter sejak dini baik dilingkungan keluarga maupun Al-Tadzkiyyah Jurnal Pendidikan Islam, Volume 10. No. I 2019 P. ISSN 20869118 E-ISSN 2528-2476 87 dilingkungan sekolah. Penelitian terdauhulu merupakan jenis penelitian kualitatif yang memiliki tujuan untuk mengetahui penerapan pendidikan karakter berbasis religius. Dan hasil temuan dari penelitian terdahulu adalah ada bentuk-bentuk penerapan pendidikan karakter berbasis religius di LPI Kota Malang. Adapun perbedaan pada penelitian penulis dengan penelitian terdahulu adalah penelitian terdahulu fokus pada penguatan pendidikan karakter berbasis religius, sedangkan fokus penelitian penulis adalah lebih fokus terhadap pendidikan islam sebagai upaya pembangunan karakter, sebab dalam pendidikan karakter lebih ditekakan pada nilai-nilai agama. METODE PENELITIAN Penelitian tersebut merupakan penelitian deskriptif kualitatif dengan menggunakan teknik pengumpulan data observasi, wawancara, diskusi kelompok FGD dan dokumentasi. Selain itu, dalam penyajian data menggunakan pendekatan deskriptif, dalam bentuk kata-kata, tulisan, untuk memperjelas data yang dikumpulkan dan dianalisis. Dalam penelitian ini, penulis meneliti dan menganalisia dari penguatan pendidikan karakter melalui pendidikan agama Islam di Sekolah Negeri Bandar Lampung 3. Data primer adalah data yang diperoleh oleh peneliti dan sumber utama Suryabrata, 2003. Diperoleh melalui pengamatan kegaiatan-kegiatan sekolah dan wawancara dengan, kepala sekolah siswa dan pihak lain yang tinggal di sekolah dan orang tua dari siswa. Data sekunder adalah data pendukung yang dapat berupa dokumen atau wawancara. Data sekunder berupa dokumen, profil SMP Negeri 3 Bandar Lampung dan rujukannya, serta hasil narasumber terkait dengan data pendukung lainnya. Alat pengumpulan data yang digunakan dalam penelitian ini adalah teknik wawancara dengan reponden, yaitu, guru Pendidikan Agama Islam, guru Bimbingan dan Konsling, kepala sekolah, waka siswa, waka kurikulum, dan staf perpustakaan. Alat pengumpulan data berikutnya adalah teknik observasi yang melibatkan mengamati kegiatan pembelajaran guru PAI, kegiatan pendidikan dari awal hingga pulang sekolah, dan kegiatan ekstrakurikuler rohis. Alat pengumpulan data berikutnya adalah mendokumentasikan dokumentasi yang digunakan untuk mengumpulkan dokumen profil sekolah, RPP dan Silabus mata pelajaran PAI. Dan yang terakhir, metode yang Al-Tadzkiyyah Jurnal Pendidikan Islam, Volume 10. No. I 2019 P. ISSN 20869118 E-ISSN 2528-2476 88 digunakan dalam pengambilan data dengan teknik FGD. FGD digunakan untuk mengambil data. Selanjutnya setelah data terkumpul maka data di analisis. Analisis data adalah upaya secara sistematis mengatur catatan yang diperoleh dan hasil wawancara, pengamatan dan data terkait lainnya untuk meningkatkan pemahaman penelitian tentang kasus yang diteliti, dengan memilih yang penting dan yang akan dipelajari, dan yang bisa dikomunikasikan kepada orang lain. Analisis dimulai dengan memeriksa semua data dan sumber yang tersedia, termasuk wawancara, observasi lapangan atau pengamatan, rekaman dan dokumen lainnya.Moleong 2005 HASIL DAN PEMBAHASANN Dalam Penguatan pendidikan karakter melalui Pendidikan AgamaaIslam terdapat tiga jalur, yang pertama memperkuat pendidikan karakter berbasis kelas. Berdasarkan data yang diperoleh, SMP 3 Bandar Lampung untuk mata pelajaran Pendidikan Agama Islam menggunakan program K13 di mana program ini merupakan persyaratan dengan memasukkan nilai-nilai karakter. Demikian juga, guru Pendidikan Agama Islam membuat RPP dengan mengggunakan kurikulum 2013. Penguatan ini terdiri dari mengintegrasikan K 13 ke dalam kegiatan pembelajaran PAI, baik intra-kurikuler, kokurikuler dan ekstrakurikuler. Nilai-nilai dan pesan-pesan dalam materi pembelajaran diurutkan dan dipilih dan guru menganalisis keterampilan dasar yang dapat dimasukkan dalam rencana pelajaran. Misalnya, RPP kelas IX disiapkan oleh guru PAI dengan tema toleransi pada mata pelajaran PAI. Bahan belajarnya adalah ayat 13 dari Sura Al-Hujurat tentang Toleransi dan menghormari terhadap Perbedaan. Dalam RPP, ada empat keterampilan utama, yaitu K11, K12, K13 dan K14 Semua kompetensi didasarkan pada nilai-nilai karakter dari materi pembelajaran. Rencana Pembelajaran yang dikembangkan oleh pendidik tentang topik-topik seperti toleransi dan menghormati terhadap keberagaman adalah bentuk integrasi nilai-nilai penguatan pendidikan karakter, yaitu agama dengan nilai turunan meliputi toleransi dan beriman bertaqwa. Ada dua nilai karakter yang ditanamakan oleh guru dalam sikap toleransi beragama, yaitu toleransi terhadap agama yang sama dan terhadap yang berbeda agama. Peserta didik yang berbeda agama diberi pelajaran agar tidak menghina dan menertawakan agama lain. Peserta didik didorong agar saling Al-Tadzkiyyah Jurnal Pendidikan Islam, Volume 10. No. I 2019 P. ISSN 20869118 E-ISSN 2528-2476 89 mengasihi sebagai anak-anak bangsa yang setara, sebagai saudara dan saudari di negara yang sama. Sementara sikap toleransi sesama agama, siswa dididik untuk saling mencintai karena setiap Muslim adalah saudara. Seperti hadis Nabi SAW bahwa persaudaraan umat Islam terlihat seperti bangunan ketika seorang anggota sakit, orang Muslim lainnya merasakan perasaan yang sama. Dengan demikian, tergerak hati dan tubuh untuk ikut merasakan dan membantu sehingga tercipta rasa memiliki dan kasih sayang. Selain itu, dalam pengembangan rencana pembelajaran dengan materi toleransi dan menghormati perbedaan, penekanannya adalah pada peningkatan karakter dengan menunjukkan pilihan metode pembelajaran dan sumber pembelajaran. Di sini, guru memilih untuk menggunakan model pembelajaran kooperatif. Pembelajaran kooperatif adalah pembelajaran kelompok dengan jumlah siswa 2-5 orang dengan ide-ide untuk memotivasi diri di antara anggotanya sehingga mereka saling membantu untuk mencapai tujuan belajar yang maksimal. Model ini menekankan sikap kerja sama yang baik antar siswa. Dengan kolaborasi ini, akan memupuk kerja sama dan saling membantu, serta fakta bahwa manusia tidak bisa hidup sendiri dan pasti membutuhkan orang lain. Untuk mendukung pengimplementasian model ini, guru memilih untuk menggunakan metode tanya jawab, wawancara, diskusi, dan bermaina peran. Model tanya jawab terdiri dari penyampaian pesan pendidikan dengan mengajukan pertanyaan dan siswa memberikan jawaban atau sebaliknya, siswa memiliki kesempatan untuk mengajukan pertanyaan dan guru menjawab pertanyaan. Model wawancara adalah model untuk memperoleh informasi dengan mengajukan pertanyaan langsung kepada siswa. Model diskusi adalah sarana untuk menyajikan materi pelajaran ketika guru memberi siswa kelompok siswa kesempatan untuk mengadakan pembicaraan ilmiah untuk mengumpulkan pendapat, menarik kesimpulan atau mengatur berbagai solusi untuk memecahkan suatu masalah. Metode role play adalah suatu bentuk model pembelajaran dari game edukasi yang digunakan untuk menjelaskan perasaan, sikap, perilaku dan nilai-nilai, dalam rangka menghargai perasaan, pandangan dan cara berpikir orang lain. Kerja sama, solidaritas, gotong royong dan keluargaan adalah nilai-nilai yang memperkuat karakter yang diwujudkan. Al-Tadzkiyyah Jurnal Pendidikan Islam, Volume 10. No. I 2019 P. ISSN 20869118 E-ISSN 2528-2476 90 Selain itu, RPP juga menjelaskan kegiatan pembelajaran dasar yang menggabungkan nilai-nilai pembangunan karakter. Misalnya, kegiatan literasi terdiri dari melihat, menonton, membaca, dan bermain dalam RPP untuk menumbuhkan sikap mandiri siswa. Siswa harus menjadi pembelajar dan siswa yang disiplin, yang juga diterapkan oleh guru sehingga mereka dapat berpikir kritis dengan mengajukan pertanyaan dan menjadi kreatif dalam menyimpulkan poin-poin penting yang muncul dalam kegiatan pembelajaran. Berpikir kritis memiliki keuntungan menjadi siswa yang tidak memiliki pikiran ceroboh untuk membuat keputusan dan menemukan solusi untuk masalah. Mereka juga dilatih dengan bekerja sama melalui diskusi. Selama diskusi, siswa juga dilatih dalam kemandirian dan kepercayaan diri untuk meneliti dan mengumpulkan informasi dan kemudian menyajikan kembali materi pembelajaran yang sesuai untuk meningkatkan pengetahuan dan keberanian mereka dengan pertukaran informasi antara masing-masing kelompok. Dalam mengevaluasi, guru melakukan secara otentik berdasarkan kurikulum 2013, yaitu penilaian sikap spiritual, sikap sosial, pengetahuan dan keterampilan yang dimiliki oleh siswa, sehingga menghasilkan penilaian yang objektif. Penilaian autentik adalah ukuran yang mewakili semua nilai sebenarnya yang melekat pada objek yang dievaluasi dalam kaitannya dengan program 2013, objek evaluasi tidak lain adalah siswa. Penilaian otentik tidak hanya mengukur apa yang diketahui siswa, tetapi lebih berfokus pada apa yang dapat dilakukan oleh siswa. Kurikulum13 lebih berfokus pada penilaian sikap. Penilaian sikap dilakukan karena penilaian sikap adalah kegiatan yang bertujuan untuk memahami perilaku peserta didik selama pembelajaran dan pembelajaran eksternal, yang bertujuan untuk menumbuhkan perilaku yang konsisten dengan karakteristik dalam konteks pelatihan karakter siswa. Upaya untuk meningkatkan dan menumbuhkan sikap yang diharapkan sesuai dengan guru KI-1 dan KI-2 harus memungkinkan untuk pembiasaan dan pengembangan berkelanjutan dalam pembelajaran dan pembelajaran eksternal. Untuk mengetahui kemajuan guru harus melakukan penilaian. Kedua, budaya sekolah. Sekolah telah mengembangkan praktik-praktik baik yang memperkuat nilai religiusitas. Memperkuat nilai pendidikan karakter di sekolah terkait dengan pembiasaan atau budaya di unit pengajaran itu sendiri. Menurut data Al-Tadzkiyyah Jurnal Pendidikan Islam, Volume 10. No. I 2019 P. ISSN 20869118 E-ISSN 2528-2476 91 yang diperoleh oleh peneliti, salah satu budaya dari Sekolah Menengah Pertama 3 Bandar lampung adalah budaya berjabat tangan dan menyapa guru, karena budaya 3S dibudidayakan dengan sapa, salam, senyum. Lima belas menit sebelum masuk kelas diperharuskan untuk membaca surat dalam Al-Quran dan terjemahannya. Kemudian menyanyikan lagu-lagu Indonesia dan membaca Pancasila. Saat memasuki jam dhuhur, itu wajib untuk sholat dzuhur berjamaah. Dan ketika mereka hendak kembali ke rumah, mereka harus berdoa dilajutkan menyanyikan lagu-lagu wajib dan lagu-lagu daerah. Kebersihan lingkungan juga berlaku untuk Sekolah Menengah Pertama 3 Bandar Lampung dengan menyelenggarakan hari Jumat yang bersih sehingga siswa dapat belajar untuk bekerja sama. Program sekolah juga diselenggarakan, termasuk PHBI, layanan sosial dan buka bersama. Yang sangat diterapkan sekali di SMP 3 Bandar Lampung adalah kewajiban untuk mengenakan jilbab bagi siswi Muslim. Dan ketiga, memperkuat pendidikan karakter berbasis masyarakat. Dalam hal ini, sekolah tidak banyak berkolaborasi dengan institusi lain. Tetapi dengan budaya nilai-nilai utama religiusitas melalui pendidikan agama Islam, sekolah bekerja sama dengan komunitas ulama. Ini terjadi ketika sekolah mengadakan PHBI, Isro 'dan Mi'roj, Maulid Nabi SAW, Halal-bi Halal, dll. Sekolah mengundang Da'i dari luar untuk mengisi tausiah dalam kegiatan PHBI. Kemudian, dalam kegiatan ekstra kurikuler Rohis, sekolah juga mengundang guru ngaji untuk melatih para siswa agar lancar dalam membaca Al-Quran. Demikian juga, sekolah menggunakan guru yang kompeten untuk melatih siswa untuk membentuk kelompok marhaban. KESIMPULAN DAN SARAN Penguatan pendidikan karakter Di SMP Negeri 3 Bandar dilakukan melalui pendidikan agama Islam. Penguatan pendidikan karakter melalui pendidikan agama Islam ini meliputi tiga jalur dan basis, yaitu berbasis kelas dengan mengintegrasikan K 13 ke dalam kegiatan pembelajaran PAI, baik intra kurikuler, kokurikuler, dan ekstra kurikuler. Kedua, berbasis budaya sekolah dengan cara membudayakan praktik-praktik yang menguatkan nilai religiusitas. Dan ketiga, berbasis masyarakat, dalam hal ini sekolah masih kurang melibatkan lembaga-lembaga keagamaan untuk bekerjasama dalam mendukung pendidikan karakter. Interaksi kepada orang tua siswa juga masih Al-Tadzkiyyah Jurnal Pendidikan Islam, Volume 10. No. I 2019 P. ISSN 20869118 E-ISSN 2528-2476 92 kurang. Begitu juga gerakan literasi keagamaan di lingkungan sekolah dan di luar sekolah juga masih kurang. Adapun saran dalam peneliitian ini ialah sebagai berikut pertama, dalam pembelajaran Pendidikan Agama Islam harus terus mengembangkan dan menanamkan nilai-nilai utama, baik dari sisi religiusitas, kemandirian, nasionalisme, gotong royong dan integritas, agar terjadi suatu penguatan dalam pendidikan karakter. Karena dengan pendidikan karakter ini, siswa tidak hanya dituntut untuk memiliki ilmu pengetahuan yang mendalam, tetapi diharapkan memiliki karakter yang sesuai dengan nilai-nilaii kehidupan sehari-hari. Terkhusus untuk SMP Negeri 3 Bandar Lampung, untuk lebih fokus pada penguatannpendidikan karakter berbasis masyarakat. Kedua, sekolah harus lebihg menekankan nilai agama untuk lebih memperkaya literatur Islam serta meningkatkan dan mengembangkan ilmu pengetahuan keaagamaan. Dan ketiga, perlu dilaksanakan penelitiann yang lebih mendalam pada manajemenn penguatan pendidikan karakter. DAFTAR PUSTAKA Ainiyah, Nur. 2013. “Pembentukan Karakter Melalui Pendidikan Agama Islam.” Al-Ulum 13 1 25–38. Anam, Much. Arif Saiful. 2014. “Pendidikan Karakter Upaya Membentuk Generasi Berkesadran Moral” 02 02 390–426. Anwar, Syaiful, and Agus Salim. 2018. “PENDIDIKAN ISLAM DALAM MEMBANGUN KARAKTER BANGSA DI ERA MILENIAL” 9 2 233–47. Atik Maisaro, Bambang Budi Wiyono, Imron Arifin. 2018. “Manajement Program Penguatan Pendidikan Karakter Di Sekolah Dasar.” Jurnal Adminitrasi Dan Manajemen Pendidikan 1 3 302–12. Dahliyana, Asep. 2017. “Penguatan Pendidikan Karakter Melalui Kegiatan Ekstrakurikuler Di Sekolah.” Jurnal Sosioreligi 15 1. 54-64 Hamid, A. 2017. “Pendidikan Karakter Berbasis Pesantren Pelajar Dan Santri Dalam Era IT & Cyber Culture.” In , 28. Surabaya IMTIYAZ. Kebudayaan, Departemen Pendidikan dan. 2010. “Pembinaan Pendidikan Karakter Di Sekolah Menengah Pertama.” In , 9. Jakarta Kemendinas. Moleong, Lexy J. 2005. “Metodologi Penelitian Kualitatif.” In , 247. Bandung PT Al-Tadzkiyyah Jurnal Pendidikan Islam, Volume 10. No. I 2019 P. ISSN 20869118 E-ISSN 2528-2476 93 Remaja Rosdakarya. Taqiudin Zarkasi, Al Kauseri. 2018. “Penguatan Pendidikan Karakter Di Madrasah Perpres N0 68 Tahun 2017” I 3 1–18. Wahyu Suryanti, Eny, and Febi Dwi Widayanti. 2018. “PENGUATAN PENDIDIKAN KARAKTER BERBASIS RELIGIUS,” no. September 254. ... This is so that his attitude and behavior do not go outside the boundaries of Islamic values, all of which will be faced by Muslims, because of the socio-cultural changes that are increasingly developing in peoples lives Yasmin & Sohail, 2018. Therefore, with the existence of an educational cultural approach, it is hoped that there will be an awareness and understanding of how we can consolidate and sort out every positive side contained in a culture that has a strong influence on the religion and socio-culture of each nations children Zulaikhah, 2019. With the existence of Islamic religious education, it is hoped that it will be able to deliver every human being related to God Hablum mina Allah. ...Firman MansirReligious and socio-cultural education is inseparable in peoples lives. Educational cultural proximity to religion and socio-cultural development become two interrelated and mutually needy sides in solving social problems of society. This research shows that there is a relationship between religious and cultural education that is interrelated, giving birth to changes and responding to the rapid development of the times, thus ushering in a reality of religious life that is full of educational values without losing the local culture. The success of a nation can be seen and measured by the younger generation of its nation in the present and the future. Regarding religious education with culture, it is hoped that there will be the best results from a new generation and have potential with good quality, who can develop the knowledge they have and apply it well in the fabric of education, society, and culture. Thus, religious and socio-cultural education provides answers to various problems in the social development of budaya to religion in the context of educational institutions, be it in schools or madrasas. Pendidikan Agama Islam dan sosial budaya tidak dapat dipisahkan dalam kehidupan masyarakat. Pendekatan kultural edukatif terhadap agama dan perkembangan sosial budaya menjadi dua sisi yang saling terkait dan saling membutuhkan dalam memecahkan persoalan sosial masyarakat. Penelitian ini menunjukkan bahwa terdapat hubungan antara pendidikan Agama Islam dan budaya yang saling berkaitan, dengan melahirkan perubahan serta merespon berkembangnya zaman yang semakin pesat, sehingga mengantarkan pada sebuah kenyataan kehidupan beragama yang sarat dengan nilai-nilai pendidikan tanpa menghilangkan budaya setempat. Berhasilnya suatu bangsa dapat dilihat serta diukur dari generasi muda bangsanya pada masa kini serta pada masa yang akan datang. Dalam hubungannya Pendidikan Agama Islam dengan budaya, sangat diharapkan adanya hasil terbaik dari generasi yang baru dan memiliki potensi dengan kualitas yang baik, yang mampu untuk mengembangkan ilmu pengetahuan yang dimiliki dan mengaplikasikannya dengan baik dalam jalinan pendidikan, sosial dan budaya. Dengan demikian, Pendidikan Agama Islam dan sosial budaya memberi jawaban dari berbagai permasalahan dalam perkembangan sosial budaya terhadap agama dalam konteks lembaga pendidikan, baik itu di sekolah maupun ShofwanAchmad MunibThis study explores the values of social character education in Surah Al-Hujurat verses 11-13. This study uses the library research method by utilizing two commentary books classified as works of classical and contemporary interpretation, namely, the interpretation of Ibn Kathir and Al-Azhar. The results of this study found that Al-Hujurat verses 11-13 contain meaning in the form of teachings and social values as the basis for carrying out a humane society. Education and social values are stored in various prohibition states with many positive values. The ban consists of several behaviors not insulting fellow human beings, self-reproach and others, prejudice, spreading false news, looking for other people's faults, and various derived behaviors. Implementing all forms of prohibition has an orientation towards forming individual social character, which is the basis for carrying out social Uswatun HasanahRena SulistyaningrumThis study aims to explore the implementation of character education in building religious moderation in MA El-Bayan Majenang. By conducting this research, it is hoped that it can provide an overview of the character education practices carried out at MA El-Bayan Majenang. The author also hopes that this research can provide useful information about the implementation of character education in building religious moderation in the millennial generation at MA El-Bayan Majenang. The research method used is descriptive method with a qualitative approach. Data were collected through observation, interviews and documentation studies. Research participants included teachers, students, and school staff involved in implementing character education at MA El-Bayan Majenang. The results of the research show that character education is an important effort in educating children to be able to make wise decisions and apply them in everyday life. Implementation of character education at MA El-Bayan Majenang through religious activities has succeeded in growing and increasing students' sense of religiosity. In this context, the millennial generation at MA El-Bayan Majenang shows a positive level of religious moderation. Based on the results of this study, it can be concluded that character education is an important component in building religious moderation in the millennial generation at MA El-Bayan Majenang. The practice of character education through religious activities can make a positive contribution in forming strong and moderate religious attitudes in students. These findings provide a better understanding of the importance of character education in the context of building religious moderation in the millennial religious values as the basis for character education for the younger generation is important to do as an effort to overcome the polemic of moral degradation and identity crisis that overshadows students in the era of technological development. This study aims to describe the strengthening of religious values among the younger generation in Islamic educational institutions so that they are able to become models in other educational institutions, especially in terms of developing students' character. This research is a type of qualitative research with a literature study and uses an anthropological approach to religion that focuses more on human, cultural and religious aspects. The data analysis technique in this study was started by categorizing research articles related to the research topic, then, analyzed using an anthropological approach. The results of this study indicate that efforts to strengthen religious values as the basis for character education can be carried out by revitalizing institutional governance and orienting learning based on local cultural wisdom and contextual learning NurhayaniDeri WantoMoral degradation has occurred and has become a serious threat to world civilization, so it is a challenge that Islamic religious education must be able to solve. One of the efforts being made is strengthening and internalizing character education in the Islamic education curriculum. Character education is an inseparable part of the implementation of Islamic religious education. Thus character education can be internalized in the PAI curriculum and learning. This study aims to determine the efforts made by MIN 1 Lebong to improve the morals of the nation's children by internalizing character education in the PAI curriculum. This study uses a qualitative method with a field research approach. The result of the research is the design of the RPP design that includes the values of the nation's character and in the process always instills character education values such as religious, honest, tolerance, discipline, hard work, creative, independent, democratic, curiosity, enthusiasm. nationality, love for the homeland, appreciate achievements, friendly/communicative, love peace, love to read, care for the environment, care about social and responsibility. Apart from intra-curricular activities, character education is also applied to co-curricular and extra-curricular activities such as tahsin, khatil and muhadharah as well as PHBI, activities tahfizh and is currently faced with the problem of weakening character. Formation of character in the nation's next generation has been pursued with various forms and efforts, but until now it has not been implemented optimally. The purpose of this study is to describe the planning, implementation, and evaluation of the strengthening of character education programs in the millennial era through the learning process of PAI Islamic Religious Education and Civics Education Civics Education. This research uses a qualitative approach with descriptive methods. This research was conducted at the Islamic Middle School Khadijah Bagek Nyake East Lombok. Data collection uses observation, interviews, documentation, and questionnaires. The data analysis technique uses three activities, namely data reduction, data presentation and conclusion drawing. The results were obtained as follows a Learning planning in Khadijah Bagek Nyake Aikmel Islamic Middle School is well implemented, this is evidenced by the actions taken by the teacher in compiling the syllabus, lesson plans, teaching materials and evaluation instruments before learning begins; b The learning process is quite good because the learning material taught is integrated with character values; c Evaluation of learning conducted by the teacher of student learning outcomes is optimal. While the evaluation conducted by the principal of the teacher is not BahriTujuan penelitian. Pertama, untuk mengungkapkan mengapa pendekatan al-Qur’an penting dalam membina akhlak siswa melalui kegiatan keagamaan. Kedua, untuk mengungkapkan bagaimana implementasian pendekatan al-Qur’an dalam membina akhlak siswa di Madrasah Ibtidaiyah Nahdlatul Wathan Mengkuru. Ketiga, untuk mengungkapkan bagaimana hasil implementasi pendekatan Al-Qur’an dalam membina akhlak siswa di Madrasah Ibtidaiyah Nahdlatul Wathan Mengkuru. Penelitian ini menggunakan pendekatan kualitatif deskriptif. Lokasi penelitian ini dilakukan di Madrasah Ibtidaiyah Nahdlatul Wathan Mengkuru. Tehnik pengumpulan data dalam penelitian ini, observasi, wawancara, dokumentasi. Tehnik menganalisis data dalam penelitian ini yakni analisis filosofis deskriptif, yaitu menguraikan serta memaparkan data dari hasil temuan-temuan yang peneliti peroleh memalaui obsevasi, wawancara, dan dokumentasi. Pengecekan keabsahan data dilakukan menggunakan uji kreadibilitas,uji transferability, uji dependability, uji konfirmability. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa pendekatan al-Qur’an memiliki urgensi yang penting untuk diterapkan di Madrasah Ibtidaiyah Nahdlatul Wathan Mengkuru. Untuk membina akhlak siswa melalui kegiatan keagamaan yang dilakukan di Madrasah Ibtidaiyah Nahdlatul Wathan Elfa Nur IzzaM. Fajar Al AziziAbstrak Dewasa ini banyak keluarga yang kembali melirik Pondok Pesantren sebagai sarana pembinaan moral, karena para orang tua menilai bahwa Pondok mampu menjawab berbagai tantangan dan permasalahan pendidikan kontemporer dengan proses pendidikan dan pengajarannya yang lebih terpadu sehingga mampu lebih efektif membentuk karakter yang tinggal di pondok pesantren diasumsikan akan mendapat pembinaan yang lebih mendalam dan terstruktur daripada siswa yang tidak tinggal di pondok. Penelitian ini berfungsi untuk mengetahui apakah terdapat perbedaan karakter antara siswa yang tinggal di pesantren dan tidak di pesantren. Metode penelitian yang digunakan di dalam penelitian ini adalah metode deskriptif analisis dengan pendekatan kuantitatif. Penelitian ini menggunakan analisis komparasional, yaitu dengan cara membandingkan akhlak siswa berdasarkan perbedaan lingkungan tempat tinggal. Hasil penelitian ini yaitu siswa yang tinggal di pondok pesantren memiliki karakter yang lebih baik dalam pada kategori Akhlak kepada Alloh, Akhlak kepada diri sendiri, akhlak kepada sesama dan akhlak kepada lingkungan. Hasil t-test menunjukkan bahwa terdapat perbedaan yang signifikan tentang karakter siswa yang tinggal di lingkungan keluarga dengan siswa yang tinggal di lingkungan pesantren. Kata Kunci Karakter, siswa yang tinggal di pesantren, siswa yang tinggal di rumah Abstract Nowadays, many families are turning their attention back to Islamic boarding schools as a means of moral development, because parents consider that Islamic boarding schools are able to answer various challenges and problems of contemporary education with a more integrated education and teaching process so that they can be more effective. It is assumed that students who live in Islamic boarding schools will receive more in-depth and structured guidance than students who do not live in Islamic boarding schools. This study serves to determine whether there are differences in character between students who live in Islamic boarding schools and those who do not. The research method used in this research is descriptive analysis method with a quantitative approach. This study uses comparative analysis, namely by comparing the morals of students based on differences in the environment they live in. The results of this study are students who live in Islamic boarding schools have better character in the categories of morality to Allah, morality to oneself, morality to others and morality to the environment. The results of the t-test showed that there were significant differences in the character of students who lived in a family environment with students who lived in an Islamic boarding school environment. Keywords Character, students who live in boarding schools, students who live at homeMelinda PridayaniAhmad RivauziThis study aims to determine the supporting and inhibiting factors for the implementation of a strengthening program of religious character education for students in SMP Negeri 13 Padang which is accredited A in the city of Padang, West Sumatra. The research uses qualitative methods through a case study approach. Research data sources are taken from fourteen informants consisting of school principals, Islamic Religious Education teachers, and students of class Research data were taken through in-depth interviews with all informants. The results showed that the implementation of the program for strengthening the religious character education of students at SMP Negeri 13 Padang had four supporting factors including the existence of a student character strengthening book, the desire of students, supporting religious activities, and adequate facilities and infrastructure. While the five inhibiting factors include environment, peers, and cellphones. self-awareness of students themselves and lack of teacher FebriyaniFasha Putri AudinaTika Yulia Damayanti Hisny FajrussalamEducational institutions are said to be advanced if they are successful in both academic and non-academic fields. Success in this non-academic field includes the attitudes and behavior of students who are good and have noble character. Awareness of how important character education is for the next generation of this nation is growing and putting hope in its development in the field of education. The purpose of this research is of course to find out and be able to implement more about character education from an Islamic perspective. By using qualitative research methods, the researchers obtained results regarding the Islamic perspective in character education and its implementation at the elementary school level. The researchers obtained the results from the questionnaire and then processed the data through descriptive-qualitative analysis. By understanding the various opinions the researchers succeeded in getting the results of the Implementation of Islam in Character Education in Elementary Schools. Asep DahliyanaStrengthening Character Education through Extra-Curricular Activities in School. This study aims are to explore and assess information about the development of habituation of character education through the extracurricular activities at school which was held in SMA Negeri 3 Bandung. This research approach is qualitative by the case study method, to reveal and understand the realities that occur intensive and deeply, that related with the phenomenon above. Techniques of collection of data and information through interviews, observation of participant and non-participants, study of documentation, and literature studies. The findings of this study are, the relations of extracurricular activities with the character education is as implementation between knowledge gained in class with the attitude and skills that must be developed in order to have the students form the values of noble character who has become a culture within the school social life. Sekolah. Penelitian ini bertujuan untuk menggali dan mengkaji informasi tentang pengembangan habituasi pendidikan karakter melalui kegiatan ekstrakurikuler di sekolah yang dilaksanakan di SMA Negeri 3 Bandung. Pendekatan penelitian ini adalah kualitatif dengan metode studi kasus, untuk mengungkapkan dan memahami kenyataan-kenyataan yang terjadi secara intensif dan mendalam yang berkenaan dengan fenomena di atas. Teknik pengumpulan data dan informasi dilakukan melalui wawancara, observasi partisipan dan non-partisipan, studi dokumentasi, dan studi literatur. Temuan penelitian ini adalah, hubungan kegiatan ekstrakurikuler dengan pendidikan karakter yaitu sebagai pengejawantahan antara pengetahuan yang diperoleh di kelas dengan sikap dan keterampilan yang harus dikembangkan agar dapat dimiliki siswa berupa nilai-nilai budi pekerti luhur yang telah menjadi budaya dalam kehidupan sosial sekolah tersebut. Kata kunci Pendidikan Karakter, Ekstrakurikuler, Habituasi, dan Sekolah. Setelah era reformasi datang di bumi pertiwi Indonesia, bangsa ini semakin suka saling membunuh dan semakin bekembangnya kasus school bullying Mu'in, 2011; Khasbullah, 2013. Dunia pendidikan yang secara filosofis dipandang dan diharapkan sebagai alat atau wadah untuk mencerdaskan dan membentuk watak manusia agar lebih baik humanisasi, sudah mulai bergeser. Hal tersebut terjadi salah satunya disebabkan kurang siapnya dunia pendidikan untuk mengikuti perkembangan zaman yang begituMuch. Arif Saiful Anamp> The post-reform moral crisis shows that the achievement of moral competence processed at school has not been able to result the optimal output to the moral awareness generation development of nation. This condition such that begun from verbalistic growth culture from the learning process which inclines to only teach moral education as the textual limitation. That phenomenon and fact cause many sides conclude that the importance of character education implementation intensively as the essence of moral awareness generation development. This perspective places moral as the main environment aspect which decides generation characterization. Therefore, moral awareness should be learned intently and progressed or developed by character education applicatively. When the first time of implementation of character education in the school environment, it needs to do by the moral conditioning then continue to the moral training. The Design Character education like this has a function as systemic moral ideas in progressing the generation moral awareness which is able to supply young generation with moral intelligence competence and character. pendekatan kultural edukatif terhadap agama dan perkembangan sosial budaya